Fungsi Check and Balances

Mei 19, 2017

Dalam sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke-empat Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK)

Dalam rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.

Dalam konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden. Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela mau punbila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim, yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan orang hakim konstitusi.

Mekanisme checks and balances dalam sistem politik terkait erat dalam sistem pembagian kekuasaan antar tiga lembaga yaitu: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Di Indonesia mekanisme checks and balances secara tegas baru di praktekkan secara seimbang pada masa era reformasi. UUD 1945 telah mengatur dalam undang-undang kebebasan dan kewenangan di masing2 lembaga, namun pada masa Orde Baru lembaga eksekutif lebih dominan. Kekuasaan Presiden (eksekutif) pada masa Orde Baru didukung penuh oleh birokrasi yang mayoritas berasal dari kader-kader partai mayoritas Golkar dan militer yang memiliki hubungan struktural dengan Presiden, dan oleh Ruth McVey disebut dengan istilah bureaucratic politics.

Sistem pembagian kekuasaan yang dipraktekkan di Indonesia tidak lepas dari konsep trias politica Montesquieu, dalam bukunya “L’Espirit des Lois” yang ditulis pada tahun 1784, yang juga berangkat dari konsep pemisahan kekuasaan John Locke. Dalam perjalanan sejarah sistem politik Indonesia seperti yang ditulis oleh Miriam Budiardjo, Indonesia tidak mengenal pemisahan kekuasaan tetapi menganut pembagian kekuasaan.

Mekanisme checks and balances dalam pembagian kekuasaaan adalah untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan seperti terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Secara sederhana, checks and balances tidak saja menciptakan pembagian kekuasaan yang sehat dan seimbang diantara tiga lembaga, tetapi juga menciptakan pembatasan kekuasaan. Oleh sebab itu, penting sekali ketiga lembaga ini saling kerjasama, koordinasi dan mematuhi pembatasan kekuasaan ini.

Presiden (eksekutif) mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR dan menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang. Dalam amandemen atas UUD ’45 diatur pula pembatasan masa jabatan presiden. Lembaga DPR ( legislatif) memiliki kekuasaan membentuk undang-undang dan menjalankan legislasi, anggaran dan pengawasan. Untuk menjalankan fungsinya DPR memiliki hak interpelasi, hak angket dan menyatakan pendapat. Dalam menjalankan fungsi dan haknya di DPR diawasi langsung oleh publik (konstituen). Lembaga legislatif (MPR) memiliki wewenang pula atas usul DPR memberhentikan presiden. Amandemen UUD ’45 juga mengamanatkan penguatan lembaga yudikatif artinya kekuasaan kehakiman dijalankan secara independen dalam menegakkan hukum dan keadilan dengan membentuk 3 (tiga) lembaga penting yaitu Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »