Tiga Fase Sistem Komunikasi Indonesia

April 04, 2017
Sistem komunikasi di Indonesia merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang bersandarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia dan dinamika sosial politik yang mengiringinya. Atas dasar perkembangan dinamika sosial politik bangsa Indonesia, maka sistem komunikasi Indonesia telah mengalami tiga fase perubahan sistem komunikasi. Fase pertama adalah sistem komunikasi yang bercorak otoritarian-media pembangunan. Fase kedua adalah sistem komunikasi yang bercorak libertarian-demokratik-partisipan. Dan fase ketiga adalah sistem komunikasi yang bercorak libertarian-tanggung jawab sosial.

Fase 1. Pada masa lalu di masa pemerintahan orde baru yang bercorak otoritarian, penguasaan dan kontrol pemerintah terhadap sistem komunikasi sangatlah kuat. Mekanisme kontrol dilakukan dengan membuat berbagai regulasi melalui peraturan-peraturan yang memungkinkan pemerintah dapat mengambil tindakan-tindakan yang represif terhadap lembaga-lembaga media yang dianggap tidak sejalan atau tidak mendukung terhadap kebijaksanaan pemerintah. Tidak hanya lembaga media, akan tetapi hampir semua kekuatan dalam masyarakat tersubordinasi pada kekuasaan dan kepentingan pemerintah, dan diarahkan untuk mendukung kebijakan dan kepentingan kekuasaan. Hubungan antara pemerintah sebagai lembaga superbody pada masa pemerintahan orde baru dengan elemen-elemen kemasyarakatan lainnya dapat digambarkan seperti terlihat pada halaman 3.18 BMP Sistem Komunikasi Indonesia

Gambar itu menunjukkan arah hubungan dalam bentuk segitiga dimana pemerintah sebagai suprastruktur dalam sistem kemasyarakatan pengemban kekuasaan, melakukan pengendalian dan pengaturan terhadap media massa dan masyarakat. Pemerintah mengontrol media massa dan masyarakat secara langsung, dan pemerintah menggunakan media massa untuk mengontrol (opini) masyarakat. Pengendalian dan pengaturan terhadap media massa dan masyarakat dilakukan untuk menjamin kepatuhan terhadap seperangkat norma yang ditetapkan pemerintah demi terwujudnya integrasi dan stabilitas dalam masyarakat. Integrasi dan stabilitas dapat dikatakan menjadi semacam kredo bagi pemerintah orde baru untuk mewujudkan masyarakat yang damai, adil, makmur dan sejahtera. Oleh karena itu semua kekuatan dalam masyarakat harus diintegrasikan dan berada di bawah sub ordinasi pemerintah. Dalam kaitan ini media massa memiliki arti yang sangat strategis, oleh karena itu media massa juga menjadi objek kontrol pemerintah. Karena media massa memiliki potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini masyarakat, maka media harus menjadi “alat” pemerintah untuk menyukseskan program pemerintah

Fase 2. Perubahan arus politik menuju liberalisasi politik pada masa reformasi memberikan pengaruh pada perubahan sistem komunikasi yang ada. Perubahan itu beralih dari sistem komunikasi otoritatif kepada sistem komunikasi partisipatif. Melalui reformasi, keran kebebasan telah dibuka selebar-lebarnya dan memberikan kebebasan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan bidang komunikasi. Berbagai regulasi yang sebelumnya menghambat penyelenggaraan komunikasi dan kebebasan arus informasi, pada masa terjadinya reformasi kemudian dilepaskan dengan begitu saja. Dalam usaha penerbitan pers misalnya, pada masa pemerintahan Orde Baru diberlakukan adanya SIUPP atau surat ijin usaha penerbitan pers. Melalui SIUPP inilah pemerintah mengendalikan lembaga-lembaga penerbitan di bidang pers yang ada. Namun pada masa reformasi, lembaga SIUPP ini kemudian ditiadakan oleh pemerintah, dan mendirikan usaha penerbitan tidak lagi diperlukan ijin dari pemerintah kecuali hanya membentuk badan usaha. 

Pada gambar tersebut arah hubungan antara media massa, pemerintah dan masyarakat berada dalam posisi interaksi yang cenderung ekual. Pemerintah tidak lagi sebagai faktor dominan dan determinan yang melakukan pengendalian terhadap sistem media dan juga pada masyarakatnya. Sistem media dan koalisi masyarakat sipil telah melahirkan sistem kemasyarakatan yang lebih terbuka, egaliter dan demokratis. Kebebasan pers dan kebebasan masyarakat saling mendukung dalam menciptakan iklim kehidupan yang demokratis. Masa ini setidaknya berlangsung lebih kurang selama dua tahun sejak dianulirnya SIUPP tahun 1998 hingga tahun 2000. Dalam kurun waktu itu bermunculan tidak kurang dari 1.800 hingga 2.000 usaha penerbitan dalam bentuk surat kabar, tabloid, dan majalah. Namun dalam perkembangannya terjadi seleksi alam terhadap keberadaan usaha penerbitan.

Fase 3. Merupakan fase paska reformasi dalam bentuk konsolidasi penataan peran media dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, pemerintah dan pemodal. Betapapun praktek bermedia pada masa awal reformasi yang cenderung pada kebebasan yang mengabaikan etika dalam bermedia telah melahirkan kekhawatiran banyak pihak. Kebebasan bermedia tetap harus dipertahankan sebagai salah satu instrumen demokrasi yang memberikan kontrol pada pemerintah dan aspek kehidupan masyarakat lainnya, namun kebebasan itu harus dilandasai pada tanggung jawab dan etika profesional dalam bermedia. 

Media dalam hal ini melakukan fungsi intermediasi di antara kepentingan tiga entitas dalam unsur kemasyarakatan yakni pemerintah, pemodal dan masyarakat, selain juga kepentingan dari institusi media itu sendiri. Media menempati posisi sentral dalam menjaga keseimbangan dan dalam melayani kepentingan dari para pemangku yang memiliki kepentingan terhadap media. Media memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan hidup (eksistensi) kelembagaannya dengan melaksanakan fungsi-fungsi yang diemban oleh media khususnya dalam melaksanakan fungsi pengantar informasi. Pemerintah berkepentingan dalam menjaga keutuhan dan kepentingan masyarakat dan menjaga stabiltas dalam menjalankan pemerintahan dan dalam melaksanakan komunikasi politik dengan elemen-elemen masyarakat. Pemilik modal berkepentingan agar institusi media yang dimodalinya dapat berkembang dengan baik dan dapat menghasilkan keuntungan ekonomi dan non ekonomi bagi pemilik modal. Masyarakat berkepentingan agar memiliki akses informasi yang seluas-luasnya berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan dalam menyuarakan kepentingannya kepada pemerintah. Media harus menjaga keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan ini dengan bersikap netral, profesional dan independen. Media harus bertanggung jawab dengan tanggung jawab sosial dalam peranannya tanpa mengorbankan kepentingan dari salah satu elemen yang ada. Melihat ciri yang demikian ini, maka sistem komunikasi pada fase ketiga ini dapat dikatakan sebagai sistem komunikasi yang bercorak bebas dan bertanggung jawab secara sosial.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »