Peluk Aku Sayang

Desember 21, 2016
Seorang suami yang sukses dalam usahanya mulai mendapatkan ujian. Dengan adanya kehadiran wanita lain dalam kehidupan rumah tangganya yang sudah berjalan 15 tahun. Bahkan wanita selingkuhan ini meminta untuk segera menceraikan istri pertamanya.
Istri beliau sebenarnya termasuk wanita solehah. Setiap pulang ke rumah ia selalu memberikan pelayanan yang terbaik, memijat, menyiapkan air hangat, menghidangkan makanan sampai melayani di dalam kamar.
Namun memang begitulah godaan. Sang suami seakan gelap mata. Hubungan yang awalnya cuman becanda kini menjadi ancaman bagi keretakan rumah tangganya. Anaknya sudah tiga, ada yang masih SMP kelas 1 dan kelas 3, juga kelas 6 SD. Ia hanya memberikan nafkah lahir, namun tidak dengan batin. Alasannya sibuk urusan kantor.
Sampai malam itu, sang suami memberanikan diri untuk memaksa sang istri menandatangani surat perceraian. Tak ada angin tak ada hujan, seakan di sambar petir. Sang istri pingsan. Saat terbangun ia menangis sejadi-jadinya sambil bertanya, "apa salahku mas?", "apa alasanmu menceraikan?". Malam itu menjadi malam tersuram dalam kehidupan rumah rangga mereka. Sang suamipun pergi ke sebuah hotel.
Esok harinya sang istri sms, "Mas, kalau itu memang pilihanmu tidak mengapa, namun aku memohon satu syarat, selama 3 minggu ini tolong kau rangkul tubuhku dari kamar ke luar rumah ya. Setelah itu aku akan menandatangani surat perceraian kita."
Setelah mendiskusikan sarat itu pada wanita simpanannya, akhirnya dimulailah hari pertama syarat itu. Awalnya sang suami kikuk karena sudah bertahun-tahun tidak pernah merangkul dan menggandeng sang istri, seperti waktu dulu awal menikah. Setiap turun dari tangga ketiga anak kompak bertepuk tangan memuji keharmonisan mamah papahnya. Bapaknya coba tersenyum walau ada luka yang tersimpan dalam hatinya.
Hari-hari berikutnya semakin terbiasa sang suami berjalan bergandengan tangan, sesekali merangkul sang istri. Tercium aroma khas sang istri, menumbuhkan kembali cinta yang selama ini tergerus oleh waktu dan godaan.
Sang suami pun mulai menikmati kebersamaan dengan anak. Awalnya pura-pura, namun akhirnya ia semakin menemukan jati dirinya sebagai seorang ayah dan suami bagi istrinya. Pernah sang istri berkata di kamar, "Pah, wajah mamah makin kurus ya?" Namun sang suami cuman tersenyum dan tidak menghiraukan.
Sampai hari itu tiba, saat syarat yang diminta selesai. Sang suami bertekad untuk mengurungkan niat perceraiannya. Ia berani mengatakan pada wanita simpanannya bahwa selama ini dia khilaf, ia ingin bertaubat dan memperbaiki hubungan dengan keluarganya.
Di perjalanan pulang menuju rumah, sang suami menyempatkan diri membelikan satu cincin indah juga seikat bunga buat sang istri yang selama ini tidak pernah diperhatikan.
Sampai di rumah ternyata ia tak mendapati siapapun. Hanya ada secarik kertas dari sang istri juga tanda tangan perceraian. Tertulis disana, "Suamiku, maafkan aku yang belum bisa jadi istri terbaik buatmu. Moga setelah ini kau bisa mendapatkan istri yang lebih baik dariku. Sudah beberapa bulan ini aku mengidap kanker. Dan dokter sudah menjudge hari ini tepat hari terakhirku hidup di dunia. Aku tak ingin anak kita tahu perceraian ini. Mohon jaga anak-anak kita ya. Setulus cinta dari istrimu".
Saat ditelpon sang anak ternyata sang ibu baru saja menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit.
Iapun menyesal dan berjanji untuk memperbaiki diri dan menjaga sang anak. Terlambat ia menyadari betapa besar cinta sang istri padanya.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »