Indikator kelayakan bisnis

Desember 08, 2016
Ada beberapa indikator kelayakan bisnis. Bisnis apapun. Termasuk bisnis properti. Indikator kelayakan ini yang menyatakan apakah sebuah bisnis layak dijalankan atau tidak. Apa saja indikator tersebut?

Profit Margin | adalah prosentase dari laba berbanding dengan omzet. Makin besar, tentunya makin bagus. Berapa standar terendahnya? Sebenarnya tidak ada standar di sini. Namun pada umumnya berkisar di angka 20%. Bisa kurang bisa lebih. Sekali lagi, makin besar makin bagus.

A .Omzet per bulan = 60jt
B. Biaya Bahan Baku = 30jt
C. Biaya Adum (Administrasi dan umum) = 12jt
D. Laba per bulan â€"> (A-B-C) = 18jt
E. Profit Margin = 18jt : 60jt x 100% = 30%
Bisa jadi profit margin hanya 10%, tapi proyek tetap dijalankan. Mengapa? Karena Profit margin hanya satu indikator saja. Ada indikator lainnya yang juga biasa dijadikan patokan.

Return On Investment (ROI) | tingkat pengembalian atas investasi.Bahasa sederhananya adalah berapa modal disetor dan berapa prosentase hasilnya. Dihitung secara periodik.

Misal untuk membuat Kambing Bakar Zam-Zam dibutuhkan MODAL INVESTASI 350jt. Omzet per bulan 60jt

A .Omzet per bulan = 60jt
B. Biaya Bahan Baku = 30jt
C. Biaya Adum (Administrasi dan umum) = 12jt
D. Laba per bulan â€"> (A-B-C) = 18jt
E. Profit Margin = 18jt : 60jt x 100% = 30%
Maka ROI adalah (D : Modal Investasi x 100%) = 18jt : 350jt x 100% = 5,14% / bulan. Bila disetahunkan menjadi 61,7%
Untuk menyatakan layak atau tidak bisnis ini maka musti dibandingkan bila MODAL INVESTASI ditanam atau diinvestasikan ke jenis investasi lainnya. Misal dideposito (5%-8%), dibandingkan dengan inflasi (6%), suku bunga kredit (10%-15%), inflasi emas (20%).

Break Even Point (BEP) | biasa disebut titik impas. Banyak pengusaha salah arti dari apa itu BEP. BEP adalah dimana seluruh biaya tercover dari omzet sehingga profitnya NOL. Profit NOL ini adalah TITIK IMPAS. Bahasa Jawanya BAK BUK.

Misal dengan contoh kasus di atas, maka titik impasnya adalah

A .Omzet per bulan = 24jt
B. Biaya Bahan Baku = 12jt
C. Biaya Adum (Administrasi dan umum) = 12jt
D. Laba per bulan â€"> (A-B-C) = 0jt
Titik impas juga bisa diartikan "angka aman" . Maka untuk mengamankan biaya adum (cenderung biayanya tetap meskipun tidak jualan), maka omzet dikurangi biaya bahan baku harus sama dengan biaya adum. Bila Anda sudah bisa mengejar "angka aman†maka penjualan berikutnya adalah MURNI PROFIT (setelah dikurangi biaya langsung/biaya bahan baku).

Payback Period | artinya kapan MODAL INVESTASI itu bisa kembali. Kita gunakan contoh yang sama dengan di atas.

A .Omzet per bulan = 60jt
B. Biaya Bahan Baku = 30jt
C. Biaya Adum (Administrasi dan umum) = 12jt
D. Laba per bulan â€"> (A-B-C) = 18jt
PayBack Period = 350jt : 18jt = 19,4 bulan
Bila kita melihat contoh, maka Payback Periodnya 19,4 bulan (orang keuangan biasa membulatkan menjadi 20 bulan). Makin cepat makin baik tentunya. Berarti setelah bulan ke 20 bisa disebut bisnis berjalan tanpa modal. Karena modalnya sudah kembali bukan?

Nah demikian indikator kelayakan bisnis yang umum digunakan. Untuk proyek atau bisnis berjangka panjang (misal jalan tol) ada beberapa indikator lainnya untuk menilai kelayakan bisnisnya. Contohnya IRR (Internal Rate Ratio), Future Value, dll. Tapi 4 indikator di atas sudah cukup mewakili indikator bahwasannya proyek layak atau tidak.

Oh ya, di dunia keuangan dikenal yang namanya "ceteris paribus" dimana kondisi perubahan diabaikan. Kenapa? Karena bisnis itu uncertainty alias tidak tetap situasionalnya. Tapi untuk menghitung kelayakan, semuanya harus dianggat certainty alias ceteris paribus. (Sumber: Faris V)

Artikel Terkait

Previous
Next Post »