Loading...
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan

Tiga Fase Sistem Komunikasi Indonesia

April 04, 2017 Add Comment
Sistem komunikasi di Indonesia merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang bersandarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia dan dinamika sosial politik yang mengiringinya. Atas dasar perkembangan dinamika sosial politik bangsa Indonesia, maka sistem komunikasi Indonesia telah mengalami tiga fase perubahan sistem komunikasi. Fase pertama adalah sistem komunikasi yang bercorak otoritarian-media pembangunan. Fase kedua adalah sistem komunikasi yang bercorak libertarian-demokratik-partisipan. Dan fase ketiga adalah sistem komunikasi yang bercorak libertarian-tanggung jawab sosial.

Fase 1. Pada masa lalu di masa pemerintahan orde baru yang bercorak otoritarian, penguasaan dan kontrol pemerintah terhadap sistem komunikasi sangatlah kuat. Mekanisme kontrol dilakukan dengan membuat berbagai regulasi melalui peraturan-peraturan yang memungkinkan pemerintah dapat mengambil tindakan-tindakan yang represif terhadap lembaga-lembaga media yang dianggap tidak sejalan atau tidak mendukung terhadap kebijaksanaan pemerintah. Tidak hanya lembaga media, akan tetapi hampir semua kekuatan dalam masyarakat tersubordinasi pada kekuasaan dan kepentingan pemerintah, dan diarahkan untuk mendukung kebijakan dan kepentingan kekuasaan. Hubungan antara pemerintah sebagai lembaga superbody pada masa pemerintahan orde baru dengan elemen-elemen kemasyarakatan lainnya dapat digambarkan seperti terlihat pada halaman 3.18 BMP Sistem Komunikasi Indonesia

Gambar itu menunjukkan arah hubungan dalam bentuk segitiga dimana pemerintah sebagai suprastruktur dalam sistem kemasyarakatan pengemban kekuasaan, melakukan pengendalian dan pengaturan terhadap media massa dan masyarakat. Pemerintah mengontrol media massa dan masyarakat secara langsung, dan pemerintah menggunakan media massa untuk mengontrol (opini) masyarakat. Pengendalian dan pengaturan terhadap media massa dan masyarakat dilakukan untuk menjamin kepatuhan terhadap seperangkat norma yang ditetapkan pemerintah demi terwujudnya integrasi dan stabilitas dalam masyarakat. Integrasi dan stabilitas dapat dikatakan menjadi semacam kredo bagi pemerintah orde baru untuk mewujudkan masyarakat yang damai, adil, makmur dan sejahtera. Oleh karena itu semua kekuatan dalam masyarakat harus diintegrasikan dan berada di bawah sub ordinasi pemerintah. Dalam kaitan ini media massa memiliki arti yang sangat strategis, oleh karena itu media massa juga menjadi objek kontrol pemerintah. Karena media massa memiliki potensi untuk mempengaruhi dan membentuk opini masyarakat, maka media harus menjadi “alat” pemerintah untuk menyukseskan program pemerintah

Fase 2. Perubahan arus politik menuju liberalisasi politik pada masa reformasi memberikan pengaruh pada perubahan sistem komunikasi yang ada. Perubahan itu beralih dari sistem komunikasi otoritatif kepada sistem komunikasi partisipatif. Melalui reformasi, keran kebebasan telah dibuka selebar-lebarnya dan memberikan kebebasan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan bidang komunikasi. Berbagai regulasi yang sebelumnya menghambat penyelenggaraan komunikasi dan kebebasan arus informasi, pada masa terjadinya reformasi kemudian dilepaskan dengan begitu saja. Dalam usaha penerbitan pers misalnya, pada masa pemerintahan Orde Baru diberlakukan adanya SIUPP atau surat ijin usaha penerbitan pers. Melalui SIUPP inilah pemerintah mengendalikan lembaga-lembaga penerbitan di bidang pers yang ada. Namun pada masa reformasi, lembaga SIUPP ini kemudian ditiadakan oleh pemerintah, dan mendirikan usaha penerbitan tidak lagi diperlukan ijin dari pemerintah kecuali hanya membentuk badan usaha. 

Pada gambar tersebut arah hubungan antara media massa, pemerintah dan masyarakat berada dalam posisi interaksi yang cenderung ekual. Pemerintah tidak lagi sebagai faktor dominan dan determinan yang melakukan pengendalian terhadap sistem media dan juga pada masyarakatnya. Sistem media dan koalisi masyarakat sipil telah melahirkan sistem kemasyarakatan yang lebih terbuka, egaliter dan demokratis. Kebebasan pers dan kebebasan masyarakat saling mendukung dalam menciptakan iklim kehidupan yang demokratis. Masa ini setidaknya berlangsung lebih kurang selama dua tahun sejak dianulirnya SIUPP tahun 1998 hingga tahun 2000. Dalam kurun waktu itu bermunculan tidak kurang dari 1.800 hingga 2.000 usaha penerbitan dalam bentuk surat kabar, tabloid, dan majalah. Namun dalam perkembangannya terjadi seleksi alam terhadap keberadaan usaha penerbitan.

Fase 3. Merupakan fase paska reformasi dalam bentuk konsolidasi penataan peran media dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, pemerintah dan pemodal. Betapapun praktek bermedia pada masa awal reformasi yang cenderung pada kebebasan yang mengabaikan etika dalam bermedia telah melahirkan kekhawatiran banyak pihak. Kebebasan bermedia tetap harus dipertahankan sebagai salah satu instrumen demokrasi yang memberikan kontrol pada pemerintah dan aspek kehidupan masyarakat lainnya, namun kebebasan itu harus dilandasai pada tanggung jawab dan etika profesional dalam bermedia. 

Media dalam hal ini melakukan fungsi intermediasi di antara kepentingan tiga entitas dalam unsur kemasyarakatan yakni pemerintah, pemodal dan masyarakat, selain juga kepentingan dari institusi media itu sendiri. Media menempati posisi sentral dalam menjaga keseimbangan dan dalam melayani kepentingan dari para pemangku yang memiliki kepentingan terhadap media. Media memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan hidup (eksistensi) kelembagaannya dengan melaksanakan fungsi-fungsi yang diemban oleh media khususnya dalam melaksanakan fungsi pengantar informasi. Pemerintah berkepentingan dalam menjaga keutuhan dan kepentingan masyarakat dan menjaga stabiltas dalam menjalankan pemerintahan dan dalam melaksanakan komunikasi politik dengan elemen-elemen masyarakat. Pemilik modal berkepentingan agar institusi media yang dimodalinya dapat berkembang dengan baik dan dapat menghasilkan keuntungan ekonomi dan non ekonomi bagi pemilik modal. Masyarakat berkepentingan agar memiliki akses informasi yang seluas-luasnya berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan dalam menyuarakan kepentingannya kepada pemerintah. Media harus menjaga keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan ini dengan bersikap netral, profesional dan independen. Media harus bertanggung jawab dengan tanggung jawab sosial dalam peranannya tanpa mengorbankan kepentingan dari salah satu elemen yang ada. Melihat ciri yang demikian ini, maka sistem komunikasi pada fase ketiga ini dapat dikatakan sebagai sistem komunikasi yang bercorak bebas dan bertanggung jawab secara sosial.

Sistem Komunikasi Tradisi Lisan

April 04, 2017 Add Comment
Manusia menggunakan sumber daya komunikasi yang berupa tubuh mereka melalui pemanfaatan seluruh panca indranya. Oleh karena itu, komunikasi berlangsung dalam berbagai keterbatasan. Walaupun demikian, sistem komunikasi yang oleh Schramm disebut sebagai sistem komunikasi tradisional lisan sampai saat ini masih menjadi bagian penting dari sistem komunikasi yang ada termasuk dalam sistem komunikasi di Indonesia.

Komunikasi lisan adalah komunikasi yang paling alami yang dimiliki manusia dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan manusia sejak lahir. Inilah komunikasi yang pertama-tama dan yang utama dikenal manusia sebelum mereka mampu menggunakan simbol yang lebih rumit dan beraneka ragam yang membantunya dalam menggunakan alat-alat komunikasi yang lebih canggih seperti media massa maupun saat ini media interaktif.

Di mana pun di dunia ini, komunikasi lisan masih memegang peranan penting dalam sistem komunikasi yang ada, apalagi di negara yang dikategorikan sebagai negara berkembang yang tingkat penetrasi media modern belum maksimal. Wilbur Schramm (1964) menyatakan bahwa di negara berkembang seperti Indonesia ada dua sistem komunikasi yaitu sistem komunikasi media modern dan sistem komunikasi tradisional berbasis komunikasi lisan. Sebagian masyarakat, terutama di daerah pedesaan umumnya masih mengandalkan komunikasi lisan untuk memperoleh informasi.

Memahami sistem komunikasi lisan dalam konteks masyarakat Indonesia yang sebagian masyarakat masih berada dalam masyarakat tradisional menjadi sangat penting bagi pembelajar bidang komunikasi. Media massa modern memang sudah lama masuk dan dimanfaatkan di Indonesia sehingga sudah terbangun sistem komunikasi modern yang cukup mutakhir. Akan tetapi mayoritas warga masyarakat masih mengandalkan sistem komunikasi tradisional dalam melakukan komunikasinya sehari-hari. Di samping membaca surat kabar, mendengar radio, menonton televisi, warga masyarakat Indonesia masih tetap memperoleh berita melalui tetangga mereka, mereka masih tetap ‘ngrumpi’ dan sebagainya. Oleh karena itu, memahami sistem komunikasi lisan merupakan sebuah keniscayaan.

Oleh karena itu, memahami komunikasi lisan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem komunikasi yang ada tak bisa ditawar bagi para pembelajar bidang komunikasi. Siapapun yang ingin menjadi sarjana dalam bidang komunikasi memiliki kewajiban untuk dapat memahami sistem komunikasi lisan yang ada, khususnya di Indonesia yang masih menjadi sandaran dalam berkomunikasi.

Komunikasi lisan (oral communication atau oral tradition) antara lain memiliki ciri yang menonjol sebagai berikut (Sreberny-Mohammadi, 1995:26):

1. Bersifat tatap muka (face to face), yakni sistem komunikasi ini mengandalkan kehadiran para peserta komunikasi secara bersamaan agar terjadi proses komunikasi. Proses komunikasi hanya bisa terjadi bila orang hadir (copresent) sehingga bisa bertatap muka langsung.
2. Terikat pada ruang yaitu proses komunikasi terikat pada tempat atau ruang yang digunakan untuk proses komunikasi. Mereka yang tidak ada di tempat yang sama atau di ruang yang sama tidak akan bisa terlibat dalam proses komunikasi
3. Terikat waktu yakni komunikasi lisan hanya bisa berlangsung pada waktu yang sama. Para peserta komunikasi harus ada dalam waktu yang sama jika ingin menyampaikan pesan dan pesannya diketahui orang lain. Ini untuk membedakan dengan sistem komunikasi lain setelah adanya berbagai penemuan teknologi komunikasi yang memungkinkan berbagai pesan disimpan dalam berbagai alat yang ada seperti pita kaset, seluloid, kertas dan sebagainya.
4. Menggunakan organ dominan berupa mulut dan telinga, walau mungkin ditambah mata. Komunikasi lisan hanya menggunakan sumber daya komunikasi yang berupa tubuh manusia yakni panca indria mereka. Sudah tentu ada aspek-aspek nonverbal yang juga ikut berperan dalam menunjang komunikasi ini yang bisa berupa gaya berpakaian, ekpresi muka, gerak tubuh yang mungkin punya makna.
5. Mementingkan penampilan, yaitu setiap orang yang ingin melakukan komunikasi lisan mempertimbangkan penampilan diri terutama kesiapan panca indria untuk menjadi media dan sekaligus pesan dalam proses komunikasi.

Ada berbagai bentuk yang bisa dijumpai dalam sistem komunikasi lisan yang bertujuan untuk berbagai kepentingan perorangan maupun sosial, antara lain komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi publik. Warga masyarakat, terutama di daerah pedesaan lebih banyak yang tidak terlibat dalam pemanfaatan komunikasi modern dengan leluasa di samping karena akses maupun juga karena ketidakmampuan untuk membaca atau membeli media massa modern.

Mitos dan Etika Komunikasi Antar Pribadi

Maret 22, 2017 Add Comment

Mitos adalah sesuatu yang belum tentu nilai kebenarannya, namun sudah ada dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.  Mitos bisa jadi menghambat pemahaman dan proses komunikasi antar pribadi. Oleh karena itu perlu diketahui mitos-mitos mengenai komunikasi antar pribadi, yaitu :

Komunikasi Antar Pribadi memecahkan semua masalah

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah dimana terjadi pemahaman makna yang sama antara komunikator dengan komunikan.  Komunikasi dua arah berarti komunikasi sirkuler, dimana terjadi feedback dalam proses komunikasi. Ketika komunikator menyampaikan pesan secara efektif dan komunikan mendengar/menerima pesan dengan efektif  juga. Kemudian feedback terjadi ketika komunikan menyampaikan informasi baik itu tanggapan, sanggahan atau informasi tambahan kepada komunikator sebelumnya.  Oleh karena itu menjadi komunikator tidak hanya pandai menyampaikan pesan tapi juga harus pandai menerima/mendengarkan pesan. Jika hanya bisa berbicara tanpa mau mendengarkan maka komunikasi antarpribadi tidan bisa memecahkan masalah yang ada.

Komunikasi Antar pribadi adalah sesuatu hal yang baik
“Orang mungkin manipulative, licik, eksplosif,homophobic,rasis dan emosional yang kasar”(W.Richard&T.H Turner dalam Cupach&Spitzberg,1994). Setiap orang memiliki the dark side yaitu kemungkinan berkomunikasi yang negative.

Komunikasi Antar Pribadi Adalah Akal Sehat

Dalam komunikasi antar pribadi, menggunakan akal sehat adalah sebuah keharusan. Namun tidak hanya menggunakan akal sehat saja, diperlukan juga keterampilan dan hati nurani. Dengan demikian dapat mengantisipasi cara-cara yang buruk untuk tujuan yang baik atau sebaliknya mengantisipasi penggunaan cara-cara yang baik untuk tujuan yang buruk.

Komunikasi antarpribadi adalah identic dengan hubungan antar pribadi.

Puncak dari komunikasi antarpribadi adalah hubungan antar pribadi. Namun tidak setiap proses komunikasi antar pribadi memiliki hubungan antar pribadi. Ketika sekumpulan orang bertemu, tidak setaip orang dalam kumpulan itu saling mengenal. Jika pun saling mengenal, belum tentu mereka berteman.  Jika pun mereka berteman mungkin belum tentu bersahabat, bertunangan atau menikah.. 

Komunikasi antarpribadi selalu tatap muka

Teknologi yang ada saat ini memungkinkan komunikasi antar pribadi menggunakan media. Namun bukan media massa.  Penerapan teknologi seperti telepon, hubungan kelompok pribadi dengan video call, email, teleconference dan sebagainya, mematahkan anggapan bahwa komunikasi antarpribadi selalu tatap muka.

Etika Komunikasi Antar Pribadi

Etika merupakan landasan dalam berkomunikasi antar pribadi. Secara sederhana McCrosky menjelaskan ada 4 (empat) etika komunikasi antarpribadi yang perlu diperhatikan yaitu:

1. To speak, yaitu etika berbicara. Sebuah pesan ada kalanya harus diungkapkan secara verbal dengan kata-kata. Ketika kita mengetahui kebenaran, maka kewajiban kita adalah berbicara untuk mengungkapkan kebenaran itu, meskipun beresiko.

2. To speak well. yaitu  cara bagaimana dan kepada siapa kata-kata itu disampaikan. Dengan demikian komunikasi menjadi efektif. Berbicara dihadapan orang tua tentu berbeda dengan berbicara dihadapan anak-anak. Pesan yang baik disampaikan dalam pembicaraan dan cara yang baik juga.

3. To Listen. Yaitu bila kita tidak mengetahui secara pasti sebuah kebenaran, maka  sebaiknya kita menjadi pendengar yang baik. Artinya bila seseorang berbicara yang ditujukan pada kita, maka kewajiban kita mendengarkannya dengan baik.

4. Remind to silent. Artinya diam itu emas. Tidak perlu memaksakan diri berbicara untuk hal-hal yang tidak dikuasai atau tidak diketahui.

Etika dan Teknologi Komunikasi dalam Komunikasi Antarpribadi

Menurut Aristoteles ada 3 jenis persahabatan yaitu
(a) persahabatan yang didasarkan pada manfaat, yakni persahabatan yang sesuai dengan
kebermanfaatan yang sifatnya tidak tetap dan berubah sesuai dengan lingkungannya;
(b) persahabatan yang didasarkan pada kesenangan yang umumnya merupakan persahabatan
di antara remaja karena kehidupan para remaja diatur perasaannya, dan kepentingan utamanya adalah kesenangan mereka sendiri; dan
(c) persahabatan yang didasari kebaikan, yang merupakan persahabatan yang sempurna karena merupakan persahabatan orang yang baik dan memiliki kesamaan dalam kebaikan.

Dalam penggunaan teknologi komunikasi dalam komunikasi antarpribadi dan konsekuensi-konsekuensi etisnya. Kita bisa melihat, ternyata tidak mudah dan tidak sederhana untuk melihat etis tidaknya satu tindakan komunikasi yang menggunakan perangkat teknologi komunikasi. Apalagi bila dalam penggunaannya, pemaikaian perangkat teknologi komunikasi tersebut seperti “memebenarkan” dan “mendukung” penggunanya untuk berbohong sehingga orang yang berkomunikasi pun sebenarnya sudah menyadari kemungkinan memperoleh informasi palsu.

Tentu saja kenyataan kemungkinan memperoleh informasi palsu dalam chatting itu hanya akan diketahui oleh mereka yang terbiasa menggunakan perangkat teknologi tersebut. Bagi orang yang pernah menggunakannya dan baru sekali menggunakannya bisa saja mempercayai informasi yang disampaikan dari lawan komunikasinya dalam chatting. Ini tentunya akan membawa konsekuensi etis.

Teknologi komunikasi memang melahirkan tantangan baru terhadap etika berkomunikasi. Kita memang tidak bisa sekedar memandang teknologi komunikasi itu sebagai kepanjangan (ekstensi) indra kita, seperti televisi kita pandang sebagai kepanjangan indra penglihatan kita atau telepon sebagai ekstensi kemampuan kita mendengar. Karena teknologi tersebut memiliki hukum-hukumnya sendiri yang menuntut kita menyesuaikan diri saat mempergunakan sarana tersebut dalam berkomunikasi.

Tidak mengherankan bila banyak kritisi sosial yang memandang teknologi itu sudah bergerak otonom. Teknologi sudah bergerak mengikuti hukum-hukumnya sendiri dan manusia mesti menyesuaikan diri dengan hukum-hukum tersebut. Itu sebabnya ada yang menyimpulkan, akhirnya teknologi memperbudak manusia. Manusia bukan lagi menjadi tuan atas teknologi melainkan menjadi hamba yang mengikuti keinginan teknologi. Dari persepktif ini, wajar bila kemudian perilaku komunikasi kita pun tidak hanya ditentukan kehendak kita berkomunikasi melainkan juga ditentukan oleh hukum-hukum teknologi komunikasi dan informasi tersebut.

Dari perspektif ilmu komunikasi, sudah sejak awal ilmu ini sangat menekankan pada tanggung jawab etis. Bahkan sejak awal kelahiran ilmu komunikasi, para ilmuwan komunikasi sudah bergulat dengan kewajiban moral tersebut sejalan dengan peluang-peluang yang kita miliki untuk berkomunikasi (lihat, Griffin, 2003:34). Peluang-peluang untuk berkomunikasi tersebut makin membesar dan nyaris tanpa batas karena dukungan teknologi komunikasi dan informasi. Karena itu, penting bagi kita untuk selalu memperhatikan dimensi etis dari setiap tindak komunikasi yang kita lakukan. Dimensi etis itu pulalah yang membuat tindakan komunikasi kita menjadi tindakan yang manusiawi dan menjunjung martabat kemanusiaan kita. Tentu saja, hal tersebut akan mencakup pula komunikasi antarpribadi sebagai bentuk komunikasi manusia yang paling tinggi sentuhan kemanusiaannya (human touch).

Salah satu ciri tingginya sentuhan kemanusiaan itu adalah adanya pertimbangan etis dalam berkomunikasi. Teknologi komunikasi tidak dengan sendirinya memperkecil sentuhan kemanusiaan tersebut. Bahkan diharapkan justru makin meningkatkan sentuhan kemanusiaan sehingga dimensi etis tidak bisa dipandang sepi atau diabaikan dalam semua tindak komunikasi. Kesantunan dan kejujuran, misalnya akan tetap merupakan hal penting dalam komunikasi antarpribadi sekalipun komunikasinya dilakukan melalui perantaraan teknologi komunikasi dan informasi.

Karena itu, kiranya penting bagi kita mengetahui Kredo Etika Komunikasi yang dikembangkan National Communication Association (NCA) seperti yang menjadi apendiks dalam buku Griffin (2003:A-23). Dalam mukadimah etika komunikasi itu dinyatakan bahwa “komunikasi yang etis merupakan hal yang mendasar untuk pemikiran yang bertanggung jawab, pengambilan keputusan, dan pengembangan relasi dan komunitas dan di dalam dan di antara berbagai konteks, kultur, saluran dan media”. Ini berarti, apa pun media komunikasi yang kita gunakan dalam komunikasi antarpribadi, maka komunikasi yang etis hendaknya tetap menjadi pedoman tindakan kita.

Kredo Komunikasi adalah suatu etika yang mendasar dalam berkomunikasi antarpribadi untuk berpikiran yang bertanggung jawab, untuk mengambil keputusan, dan pengembangan relasi dan komunitas baik dari berbagai konteks, kultur, saluran dan media hendaknya berkomunikasi secara etis.

Prinsip-prinsip Kredo Komunikasi antara lain (dalam Iriantara Y, 2014) yaitu:
  1. Menganjurkan kebenaran, akurasi, kejujuran, dan bernalar sebagai hal yang mendasar untuk integritas komunikasi
  2. Mendukung kebebasan berekspresi, keragaman perspektif dan toleransi terhadap perbedaan pendapat untuk mencapai pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan berdasarkan informasi yang merupakan hal fundamental untuk masyarakat madani
  3. Berusaha untuk memahami dan menghormati komunikator lain sebelum mengevaluasi dan merespons pesan yang mereka sampaikan
  4. Mengembangkan akses pada sumber-sumber daya dan peluang-peluang komunikasi sebagai hal yang diperlukan untuk mengembangkan potensi manusia dan memberikan sumbangan pada kesejahteraan keluarga, komunitas dan masyarakat
  5. Mengembangkan iklim komunikasi yang menunjukkan kepedulian dan saling pengertian yang menghormati kekhasan kebutuhan dan karakteristik individu-individu komunikator
  6. Mengutuk komunikasi yang menurunkan derajat individu dan kemanusiaan melalui distorsi, intimidasi, koersi dan kekerasan, serta melalui ekspresi yang menunjukkan tidak toleran dan kebencian
  7. Memiliki komitmen untuk mendorong ekspresi keyakinan pribadi dalam mengejar keadilan dan fairness
  8. Menganjurkan untuk berbagi informasi, opini dan perasaan saat menghadapi pilihan-pilihan yang penting dengan menghormati privasi dan konfidensialitas
  9. Menerima tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari komunikasi sendiri dan mengharapkan pihak lain pun memiliki tanggung jawab yang sama.


 

Cara Merencanakan Suatu Program Siaran

Maret 21, 2017 Add Comment
Dalam merencanakan suatu program siaran ada beberapa hal yang perlu di lakukan, yaitu:
a. Analisi dan strategi program
Setrategi pemasaran ditentukan berdasarkan analisis situasi, yaitu suatu studi terinci mengenai kondisi pasar audien yang dihadapi stasiun penyiaran beserta kondisi program yang tersedia. Berdasarkan analisis situasi ini, media penyiaranmencoba memahami pasar audien yang mencakup segmentasi audien dan tingkat persaingan yang ada. Analisis situasi ini terdiri dari:
1)  Analisis peluang
Analisis yang cermat terhadap pasar audien akan memberikan peluang bagi setiap program untuk diterima para pendengar. Peluang pasar program adalah wilayah di mana terdapat kecenderungan permintaan terhadap program tertentu yang menguntungkan, suatu stasiun penyiaran biasanya mengidentifikasi peluang pasar dengan cara memerhatikan pasar audien secara cermat dan memadai jika terdapat kecenderungan kenaikan minat dan juga memerhatikan tingkat kompetisi program yang terdapat pada setiap segmen pasar atau audien.
2)  Analisis kompetitif
Dalam mempersiapkan setrategi dan rencana program harus melakukan analisis secara cermat terhadap persaingan stasiun penyiaran dan persaingan program yang ada pada segmen pasar audien. Salah satu aspek penting dalam perencanaan strategi program dalah meneliti keuntungan kompetitif, yaitu semua hal khusus yang dimliki atau dilakukan stasiun penyiaran yang memeberikannya keunggulan dibandingkan kompetitor.
b. Bauran program
Media penyiaran sudah barang tentu harus mempertimbangkan  aspek pemasaran ketika merencanakan program siarannya karena program yang di produksi dengan biaya mahal bertujuan agar disukai audien. Salah satu konsep pemasaran penting yang harus dipahami penngelola media penyiaran adalah mengenai bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri atas empat variable penting, yaitu:
1) Product program, bahwa program adala suatu produk yang ditawarkan kepada audien yang mencakup nama program dan kemasan program.
2) Price, yaitu harga suatu program yang mencakup biaya produksi program dan biaya yang akan dikenakan kepada pemasang iklan.
3) Place, yaitu distribusi program yang merupakan proses pengiriman program dari transmisi hingga diterima audien.
4) Promotion, yaitu proses bagaimana memeberi tahu audien mengenai adanya suatu program sehingga mereka tertarik untuk mendengarnya.
c. Membuat perencanaan
Perencanaan siaran secara umum melahirkan kebijakan umum tentang bagaimana mengatur alokasi waktu dan materi siaran dalam sehari, seminggu, hingga setahun. Bagian program bertanggung jawab untk mendapatkan program serta menentukan waktu atau jam penyiaran program. Terdapat sejmlah hal yang harus diputuskan dalam perencanaan program yang mencakup dua hal, yaitu: keputusan mengenai target audien dan keputusan mengenai target pendapatan.

Target audien dalam perencanaan program radio difokuskan pada pemilihan format siaran dan program siaran yang dapat menarik dan memuaskan kebutuhan demografi audien. Target pendapatan menurut Peter Pringle dan rekan perencanaan program adalah pengembangan jangka pendek, menengah dan panjang yang memungkinkan stasiun penyiaran ntuk mendapatkan programnya dan keuangannya.

Irwin Starr dan Shelly Markoff, menyatak beberapa hal penting yang perlu diperhatikan setiap pengelola media penyiaran ketika membuat perencanaan program, yaitu:
1) Berfikir seperti pemirsa, pengelola media penyiaran berada dalam bisnis dengan dua klien yang berbeda, yaitu: pemirsa dan pemasang iklan.
2) Pengelola media penyiaran harus mampu meyakinkan pemasang iklan bahwa medianya sangatlah efektif untuk memasarkan suatu produk.
3) Pengelola media harus menganggap waktu siaran bernilai penting setiap detiknya dan harus menggunakan setiap detik itu dengan mendayagunakan kemampuan dalam menjangkau pemirsa.
4) Pengelola media penyiaran berkompetisi untuk merebut waktu orang lain untuk mau mendengarkan acara yang disuguhkan.
5) Pengelola media siaran lokal harus pula berfikir secara lokal.
d. Tujuan program
Terdapat lima tujuan penyiaran program radio yaitu: mendapatkan sebanyak mungkin audien, target audien tertentu, prestise, penghargaan dan kepentingan publik.
e. Faktor program
Terdapat beberaapa hal yang harus diperhitungkan sebelum memutuskan untuk memproduksi, akuisisi dan skeduling suatu program. Peter Pringle (1991), mengemukakan beberapa faktor penting sebagai berikut:
1) Persaingan, hal pertama yang perlu diketahui adalah kekuatan dan kelemahan stasiun saingan.
2) Ketersediaan audien, audien yang ada atau tersedia pada setiap bagian waktu siaran menjadi faktor menentukan yang harus dipertimbangkan secara cermat dalam pemiliha program dan menentukan waktu program.
3) Kebiasaan audien, bagian program harus memiliki misi untuk menciptkan (habit) menonton secara rutin dalam mendorong keberhasilan suatu program.
4) Aliran audien, akan lebih mengtungkan jika stasiun bersangkutan dapat mempertahankan audien yang sudah dimiliki untuk bersedia terus mengikuti setiap program yang dihadirkan.
5) Keterarikan audien, audien pada mumnya tertarik pada program hiburan, namun stasiun dapat memproduksi program yang sesuai dengan minat atau ketertarikan audien.
6) Ketertarikan pemasang iklan, penayangan program harus dapat menarik minat pemasang iklan dan audien agar bisa berhasil.
7)  Anggaran, jumlah anggaran yang tersedia untuk produksi dan pembelian program adalah faktor penentu yang penting dalam hal apa yang dapat dihadirkan stasiun penyiaran.
8)  Ketersediaan program, sasiun penyiaran harus memiliki stok program (program invetory).

Kredo Komunikasi

Maret 21, 2017 Add Comment

Kredo Komunikasi adalah suatu etika yang mendasar dalam berkomunikasi antarpribadi untuk berpikiran yang bertanggung jawab, untuk mengambil keputusan, dan pengembangan relasi dan komunitas baik dari berbagai konteks, kultur, saluran dan media hendaknya berkomunikasi secara etis.

Prinsip-prinsip Kredo Komunikasi antara lain (dalam Iriantara Y, 2014) yaitu:
  1. Menganjurkan kebenaran, akurasi, kejujuran, dan bernalar sebagai hal yang mendasar untuk integritas komunikasi
  2. Mendukung kebebasan berekspresi, keragaman perspektif dan toleransi terhadap perbedaan pendapat untuk mencapai pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan berdasarkan informasi yang merupakan hal fundamental untuk masyarakat madani
  3. Berusaha untuk memahami dan menghormati komunikator lain sebelum mengevaluasi dan merespons pesan yang mereka sampaikan
  4. Mengembangkan akses pada sumber-sumber daya dan peluang-peluang komunikasi sebagai hal yang diperlukan untuk mengembangkan potensi manusia dan memberikan sumbangan pada kesejahteraan keluarga, komunitas dan masyarakat
  5. Mengembangkan iklim komunikasi yang menunjukkan kepedulian dan saling pengertian yang menghormati kekhasan kebutuhan dan karakteristik individu-individu komunikator
  6. Mengutuk komunikasi yang menurunkan derajat individu dan kemanusiaan melalui distorsi, intimidasi, koersi dan kekerasan, serta melalui ekspresi yang menunjukkan tidak toleran dan kebencian
  7. Memiliki komitmen untuk mendorong ekspresi keyakinan pribadi dalam mengejar keadilan dan fairness
  8. Menganjurkan untuk berbagi informasi, opini dan perasaan saat menghadapi pilihan-pilihan yang penting dengan menghormati privasi dan konfidensialitas
  9. Menerima tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari komunikasi sendiri dan mengharapkan pihak lain pun memiliki tanggung jawab yang sama.