Loading...
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan

Strategi yang Diterapkan dalam Komunikasi Organisasi

Agustus 26, 2017 Add Comment

Strategi adalah suatu metode, perencanaan dari suatu serial atau rangkaian gerakan atau aktivitas yang digunakan untuk memperoleh suatu tujuan khusus atau hasil tertentu. Dari definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa strategi dalam Komunikasi Organisasi adalah juga suatu hal yang penting dan harus diketahui oleh mahasiswa. Dalam kesempatan ini akan dibahas: Model Strategi Manajemen yang diterapkan dalam komunikasi organisasi.

Strategi yang dapat diterapkan dalam sebuah organisasi, antara lain

- Strategi training (pelatihan) yang memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi karyawan agar produktivitasnya lebih baik lagi.

- Strategi individual development (pengembangan individu) yang memberikan pengetahuan dan keterampilan dan membantu karyawan dalam mempersiapkan posisi yang berbeda dalam suatu organisasi.

- Strategi organization development (pengembangan organisasi) yang menghasilkan perubahan pada tingkat sistem organisasional sebagai hasil restrukturisasi peraturan kerja, norma dan power, dan yang mempengaruhi hubungan antarkelompok, perencanaan, ganjaran, iklim, dan aktivitas manajerial.

- Strategi technical resource development (pengembangan sumber daya secara teknis) yang menghasilkan perubahan dalam metode kerja dan teknologi juga melibatkan restrukturisasi operasional organisasi.

- Yang terakhir adalah strategi manajemen yang akan dibahas secara spesifik dalam tutorial ini.

Strategi manajemen adalah sebuah strategi yang bertujuan agar perusahaan atau organisasi dapat dikendalikan dengan baik untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu yang paling mendasar bagi setiap manajer dalam perusahaan atau pimpinan dalam organisasi adalah mengetahui dengan pasti arah yang sedang dituju oleh perusahaan dan arah bagian yang dipimpinnya. Strategi manajemen memulai pekerjaannya dengan mencari tahu bagaimana kondisi perusahaan atau organisasi pada hari ini dan menentukan apa yang akan dilakukan untuk hari esok dan rencana-rencana jangka panjang lainnya.

Langkah-langkah strategi manajemen sbb:

1. Menentukan misi perusahaan, termasuk di dalamnya adalah pernyataan umum mengenai maksud, filosofi, dan tujuan serta sasaran organisasi/perusahaan.

2. Mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi internal perusahaan/organisasi dan kemampuan yang dimilikinya.

3. Penilaian terhadap lingkungan eksternal perusahaan, baik dari segi semangat kompetitif maupun secara menyeluruh

4. Analisis terhadap peluang yang tersedia dari lingkungan yang melahirkan berbagai pilihan.

5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki yang tidak dapat dicapai untuk memenuhi tuntutan misi perusahaan.

6. Pemilihan strategis atas tujuan jangka panjang dan garis besar strategi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tadi.

7. Mengembangkan tujuan tahunan dan rencana jangka pendek yang selaras dengan tujuan jangka panjang dan garis-garis besar strategi.

8. Penerapan atas semua perencanaan dengan menggunakan sumber yang tercantum pada anggaran dan menyesuaikan perencanaan tersebut dengan SDM, struktur, teknologi, dsb yang memungkinkan atau yang dimiliki perusahaan atau organisasi.

9. Mengkaji dan mengevaluasi hal-hal yang telah dicapai dalam setiap periode jangka pendek sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan sebagai masukan bagi pengambilan keputusan di masa depan.

Tujuan Sebuah Perusahaan


Tujuan perusahaan merupakan faktor utama yang menjadi landasan dalam setiap kegiatan perusahaan/organisasi. Tujuan perusahaan terbagi dalam dua jenis, pertama official goals atau disebut misi perusahaan. Isi tujuan ini adalah hal-hal yang sangat umum dan sangat idealis. Biasanya misi inilah yang digunakan oleh perusahaan atau organisasi untuk mendaftarkannya secara hukum. Ini akan tampak dalam akte pendirian perusahaan. Isinya akan mencakup ruang lingkup perusahaan, pasar yang hendak dijangkau, dan nilai-nilai yang digunakan.

Kedua, operative goals yang merupakan penjabaran yang lebih spesifik , lebih realistis atas operasional perusahaan. Dalam operative goals ini akan dideskripsikan hasil akhir yang diharapkan dan dapat diukur. Biasanya lebih bersifat jangka pendek.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat tujuan perusahaan/organisasi:

1. tujuan harus dinyatakan secara tertulis. Tujuan yang tidak ditulis umumnya sulit dipertanggungjawabkan dan bersifat kualitatif (kurang spesifik). Pernyataan lisan sering menimbulkan rumors dan bisa menjatuhkan pimpinan/manajer. Bagi perusahaan yang sering berganti-ganti pimpinan, pernyataan tertulis menjadi lebih penting lagi karena pimpinan baru akan menggunakan ukuran lain dalam menilai hasil karya di waktu lalu.

2. Tujuan harus dinyatakan secara jelas dan singkat. Jangan memberikan kesempatan untuk menafsirkan secara berbeda atas tujuan yang sama. Penggunaan kalimat yang terlampau panjang dengan anak-anak kalimat memungkinkan orang lain menafsirkannya secara berbeda.

3. Tujuan harus spesifik pada batasan tertentu. Batasan tertentu (key areas) sering dirancukan dengan batasan yang lebih luas, karena tidak jelas, tidak spesifik, dan tidak diketahui orang.

4. Tujuan harus mencakup batasan waktu yang spesifik. Tujuan jangka panjang perlu dipilah-pilah menjadi satuan waktu yang lebih pendek. Perlu ditetapkan kapan setiap kegiatan hendak dilakukan dan apa tujuannya dalam batas waktu tertentu (misalnya 6 bulan atau 1 tahun).

5. Tujuan harus dapat dinyatakan dalam satuan ukuran yang terukur. Gunakan kriteria yang lebih operasional. Banyak konsep perusahaan/organisasi yang bersifat kualitatif dan sulit ditentukan batasan ukurannya. Sikap, opini, dan prilaku umumnya dinyatakan secara kualitatif.

6. Tujuan salah satu bidang harus konsisten dengan tujuan perusahaan/organisasi secara menyeluruh.

7. Tujuan harus dapat dijangkau, tetapi tetap memberi tempat yang menantang untuk merangsang usaha. Tujuan tidak hanya harus masuk akal dan memungkinkan untuk dicapai, tetapi memberi kesempatan bagi orang-orang di dalam organisasi/perusahaan untuk menjadi lebih kreatif.

Konflik atau Permasalahan yang Timbul dalam Organisasi

Agustus 26, 2017 Add Comment


Setiap aktivitas di suatu organisasi, tentu tidak terlepas dari komunikasi. Arus komunikasi di tempat kerja yang dapat kita bedakan menjadi arus dari atasan kepada bawahan (top-down communications), arus dari bawahan kepada atasan (bottom-up communications) dan arus komunikasi antarkaryawan (cross-channel communications), hanya akan berjalan dengan lancar apabila semua komponen atau pihak yang terlibat dalam komunikasi memahami benar bagaimana berkomunikasi dengan baik. Lalu, bagaimanakah berkomunikasi yang baik? Untuk lebih jelas dalam memahami komunikasi yang baik, kita dapat menggunakan salah satu model proses komunikasi yang ditampilkan oleh Philip Kotler berdasarkan paradigma Shannon dan Weaver secara sepintas. Komunikasi yang baik akan terjadi apabila komunikator mengetahui dengan baik khalayak sasaran dari pesan yang akan disampaikan dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam mengemas pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya menginterpretasikan pesan yang disampaikan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang tepat dalam mencapai sasarannya. Dalam proses komunikasi ini, komunikator juga harus mampu mengantisipasi terjadinya gangguan (noise) selama proses komunikasi berlangsung.

Dalam proses komunikasi pada suatu organisasi, salah satu noise yang mungkin terjadi adalah timbulnya konflik, baik konflik antarkaryawan, konflik antara atasan dan bawahan, antara kelompok dan kelompok ataupun antara seseorang dan kelompok. Tubbs dan Moss (1996) menyatakan bahwa para ahli teori cenderung menganggap konflik sebagai aspek alamiah dari setiap hubungan manusia, yang tidak selamanya bersifat destruktif. Hocker dan Wilmot (dalam Tubbs dan Moss, 1996) berpendapat bahwa konflik adalah suatu proses alamiah yang dapat terjadi pada hampir semua hubungan dan dapat diatasi dengan pengelolaan konstruktif lewat komunikasi. Konflik menurut mereka adalah suatu pertentangan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung yang memiliki persepsi/ tujuan-tujuan yang tidak selaras, tidak memperoleh reward seperti yang mereka harapkan, atau juga karena adanya gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan-tujuan mereka. Menurut Nitisemito (dalam Suminar, 1999), konflik perlu dipelajari karena konflik dapat terjadi pada setiap organisasi. Dengan jalan mempelajari masalah konflik, maka kita dapat mengetahui konflik yang mempunyai akibat positif dan akibat negatif. Dengan demikian kita dapat mencegah kemungkinan timbulnya konflik-konflik yang merugikan, mengarahkan konflik-konflik yang positif serta berusaha menghilangkan konflik-konflik yang dapat merugikan.

Ada banyak faktor penyebab timbulnya konflik:

- perbedaan pendapat

- salah paham

- ada pihak yang merasa dirugikan

- perasaan yang terlalu sensitif

Kesalahpahaman yang terjadi dalam kegiatan komunikasi di suatu organisasi mungkin sekali disebabkan oleh gangguan (noise) pada saat proses komunikasi berlangsung.

Konflik (kesalahpahaman) dapat terjadi pada saat atasan menyampaikan pesan (message) yang berupa penyampaian instruksi kerja melalui saluran tertentu (channel), seperti memo, surat tugas, telepon ataupun secara lisan, kepada bawahan. Pada saat bawahan menerima pesan, bisa saja kesalahpahaman terjadi, misalnya bawahan merasa beban kerja yang diberikan atasan terlalu berlebihan atau di luar kemampuan yang bersangkutan. Padahal bisa saja atasan memberi pekerjaan tersebut karena percaya pada kemampuan bawahannya. Demikian juga dengan umpan balik (feedback) yang diberikan bawahan atas instruksi kerja yang diberikan atasan. Bila instruksi kerja yang diberikan atasan telah sampai pada tenggat waktu (date-line) namun bawahan belum memberikan hasil kerjanya, barangkali atasan akan beranggapan bawahan tidak menunjukkan dedikasi kerja dan menganggap remeh instruksi yang diberikan. Padahal bisa saja bawahan belum menyelesaikan pekerjaannya karena menemui banyak kesulitan yang tidak dia komunikasikan kepada atasannya.

Setiap pimpinan dalam organisasi diharapkan memiliki kemampuan untuk mendeteksi timbulnya konflik di antara para karyawannya. Bagaimanakah caranya? Konflik timbul diawali dengan gejala-gejala, misalnya dalam konflik yang terjadi di antara dua karyawan, akan terjadi hubungan yang renggang di antara keduanya, kekakuan dan ketegangan, saling menghindar dalam aktivitas sehari-hari, menolak bekerja dalam satu tim dengan pihak yang terlibat konflik, dan sebagainya. Pemimpin yang baik harus peka terhadap gejala-gejala tersebut. Dengan kemampuan mengetahui adanya konflik sedini mungkin, pimpinan dapat mencegahnya, mengarahkannya atau menghilangkannya. Mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi memang tidak mudah. Nitisemito mengemukakan beberapa hal yang dapat membantu pimpinan untuk mencegah timbulnya konflik sedini mungkin, yaitu:

1. Menciptakan komunikasi timbal balik antara atasan dan karyawan, dengan penekanan pada arus komunikasi dari bawah ke atas (bottom-up communications). Diharapkan dengan komunikasi yang terbuka, bawahan dapat mencurahkan isi hatinya, sehingga informasi tentang gejala terjadinya konflik dapat diketahui dan diantisipasi.

2. Menggunakan jasa pihak ketiga. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat konflik akan lebih terbuka pada pihak ketiga yang dinilai netral. Maka untuk mempermudah mengetahui timbulnya konflik seawal mungkin, dapat menggunakan jasa pihak ketiga, misalnya konsultan.

3. Menggunakan jasa pengawas informal. Untuk mengetahui adanya konflik sedini mungkin, kita dapat menempatkan pengawas-pengawas secara informal di lingkungan organisasi. Keberadaan pengawas informal ini, yang berkedudukan seperti intel, tentu saja dirahasiakan dan hanya diketahui oleh pimpinan organisasi. Dari informasi yang diperoleh oleh pengawas informal, diharapkan pimpinan dapat mengetahui data di lapangan. Namun yang harus diperhatikan dalam menggunakan pengawas informal ini adalah kredibilitas dari pengawas informal untuk dapat memberikan informasi yang sebenar-benarnya, tidak dibuat-buat.

Distorsi Komunikasi dalam Organisasi

Agustus 26, 2017 Add Comment

Distorsi pesan acapkali kita temui, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam aktivitas organisasional. Efek dari terjadinya distorsi pesan adalah pengaburan fakta dan data yang sebenarnya. Apabila distorsi komunikasi ini kerap terjadi di sebuah organisasi, tentu akan fatal akibatnya. Maka terjadinya distorsi pesan/distorsi komunikasi di organisasi harus dihilangkan atau diminimalisir.

Ketepatan mengkomunikasikan suatu pesan berarti adalah kemampuan seseorang atau pengirim pesan (komunikator) untuk memproduksi dan mengemas pesan yang disesuaikan dengan penerima pesan (komunikan) yang dituju, sehingga pesan tersebut dapat diterima dan diinterpretasikan dengan tepat oleh komunikan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh komunikator.

Sebaliknya, distorsi komunikasi/distorsi pesan adalah kekurangtepatan atau perbedaan arti di antara apa yang dimaksudkan oleh komunikator dengan apa yang diinterpretasikan oleh komunikan.

Namun tidak selamanya distorsi pesan ini terjadi karena ketidakmampuan komunikator dalam mengemas pesan. Apabila kita mengingat kembali proses komunikasi berdasarkan formula Shanon & Weaver, maka dalam sebuah proses komunikasi tidak terelakkan adanya noise (gangguan) yang dapat terjadi selama sebuah proses komunikasi berlangsung. Sedangkan distorsi komunikasi dapat digolongkan sebagai noise yang terjadi pada sebuah proses komunikasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya distorsi komunikasi adalah:

1. Faktor Personal:

- seorang individu akan mengamati apa yang terjadi di sekelilingnya secara selektif. Ini berhubungan dengan keterbatasan panca indera seseorang dalam menangkap semua stimulus yang terjadi di sekelilingnya. Dalam hal ini akan terjadi proses seleksi fenomena apa yang akan diamati oleh seseorang. Proses seleksi ini mengakibatkan apa yang terjadi di depan mata seseorang belum tentu diketahui dengan pasti oleh orang tersebut (luput dari perhatiannya).

Contoh: ketika seorang karyawan (A) diberi pengarahan oleh atasannya di dalam ruang kerja, ada hal yang lebih menarik yang menjadi pusat perhatian A, misalnya data tentang mutasi karyawan yang tertulis di white board atasannya sebagai bahan rapat nanti siang. Selama perhatian karyawan terpusat pada tulisan di white board, maka besar kemungkinan dia tidak menyimak pengarahan yang diberikan atasannya. Maka distorsi pesan akan terjadi.

- Seorang individu secara konsisten melihat sesuatu sesuai dengan apa yang mereka percayai. Persepsi kita mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh keyakinan kita akan sesuatu tersebut. Bisa dikatakan ini bagaikan sugesti.

Contoh: Persepsi seorang atasan di mata bawahan adalah orang yang berwibawa, tidak bisa bersenda gerau dengan bawahannya dan selalu mengawasi setiap tingkah laku bawahan. Padahal belum tentu semua pimpinan bersifat dan bersikap demikian. Namun karena persepsi seperti itu sudah berurat akar pada pikiran bawahan, maka bawahan akan memandang atasannya seperti apa yang dia persepsikan, wapaupun persepsi itu belum tentu benar. Ini adalah salah satu faktor penyebab terjadinya distorsi komunikasi.

- Bahasa atau kata yang kita gunakan untuk mendeskripsikan sesuatu kadang kurang tepat atau tidak tepat. Juga sering pada pengungkapan pesan dengan bahasa lisan terjadi ketidak konsistenan antara bahasa verbal dengan bahasa non verbal. Ini bisa mengakibatkan distorsi pesan.

- Pesan yang meragukan, baik dari segi arti, amksud, dan efeknya. Keraguan arti pesan berkenaan dengan ketidakpastian perkiraan apa arti pesan yang sesungguhnya. Ini disebabkan karena pengirim pesan tidak mampu mengemas pesan dengan baik sehingga apa yang ingin dia sampaikakn tidak dapat dimegerti oleh penerima pesan. Keraguan maksud berkenaan dengan ketidakpastian alasan mengapa pengirim pesan menyampaikan pesan tertentu dalam kondisi tertentu, artinya tanpa ada penjelasan mengapa pengirim menyampaikan pesan. Sedangkan keraguan efek berkenaan dengan ketidakpastian memprediksi atau memperkirakan konsekuensi yang mungkin terjadi dari sustu pesan. Kesemua keraguan tadi dalam aktivitas organisasi akan mengakibatkan terjadinya distorsi komunikasi.

2. Faktor Organisasi

- Kedudukan atau posisi dalam organisasi. Kedudukan atau posisi seseorang dalam organisasi akan mempengaruhi cara orang berkomunikasi dan mempersepsi suatu pesan. Maksudnya suatu pesan yang sama akan ditanggapi secara berbeda oleh karyawan yang berasal dari unit-unit yang berbeda.

- Keterbatasan komunikasi. Keterbatasan yang ditentukan oleh organisasi di mana seseorang boleh berkomunikasi dengan yang lain dan ketentuan siapa yang boleh membuat keputusan, mempengaruhi cara anggota organisasi berkomunikasi. Sentralitas pengambilan keputusan pada pihak pimpinan menyebabkan menumpuknya informasi dan banyaknya keputusan yang harus diambil dalam waktu cepat. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan, antara lain: pesan yang penting terabaikan, terjadinya penundaan dalam merespons pesan yang penting, respons yang diberikan pada pesan tidak tepat, reaksi terhadap pesan hanya pada permukaannya saja.

- Hubungan yang tidak personal. Karakteristik komunikasi pada organisasi yang formal dan tidak personal mengarahkan pada tekanan-tekanan yang bersifat emosional. Ketidakmampuan individu dalam organisasi untuk melakukan pendekatan hubungan manusiawi (human relations) dalam setiap kegiatan organisasi akan mengakibatkan terabaikannya faktor-faktor psikologis dari mereka yang terlibat dalam komunikasi.

- Sistem Aturan dan Kebijaksanaan. Sistem Aturan dan Kebijaksanaan yang kaku, rutin, dan tidak bersifat interpersonal menyebabkan hubungan yang kaku juga di dalam organisasi.

- Ketidakpedulian Pemimpin. Sikap tidak peduli pemimpin organisasi juga merupakan penghalang dalam proses komunikasi yang dapat menyebabkan distorsi komunikasi organisasi. Faktor dominan dari ketidakpedulian pemimpin yang bisa menyebabkan distorsi adalah ketidakinginan pimpinan untuk membuka komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah berdasarkan persepsi mereka adalah pemimpin memberikan instruksi kerja dan karyawan memberikan laporan kegiatan.

Apa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi distorsi komunikasi organisasi?

1.Menetapkan lebih dari satu saluran komunikasi
2.Menciptakan prosedur untuk mengimbangi distorsi
3.Menghilangkan gap/jurang pemisah antara pembuat keputusan dengan pemberi informasi
4.Mengembangkan pembuktian gangguan pesan.

Hubungan Manusiawi (Human Relations) dalam Organisasi

Agustus 26, 2017 Add Comment

Definisi human relations sebenarnya unik, karena belum tentu setiap hubungan antarmanusia adalah hubungan manusiawi.
Syarat sebuah hubungan untuk dapat dikatakan sebagai hubungan manusiawi atau Human Relations menurut Praktito adalah adanya interaksi sosial, di mana dalam interaksi tersebut terjadi proses saling mempengaruhi di antara orang-orang yang melakukan komunikasi, juga terjadi usaha saling mengubah sikap maupun tingkah laku yang pada akhirnya akan tercipta kesepakatan dengan rasa puas hati pada kedua belah pihak yang melakukan komunikasi. Human Relations menurut Praktito ini bisa terjadi pada semua bidang kehidupan sosial, kapan saja, di mana saja, tidak terikat ruang dan waktu. (Definisi human relations dalam arti luas).

Sementara itu Onong Uchjana Effendy berpendapat human relations dalam konteks komunikasi organisasi adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka, dalam situasi kerja (work situation) dan dalam organisasi kekaryaan (work organization), dengan tujuan untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat kerjasama yang produktif serta perasaan bahagia dan puas hati.

Dari kedua definisi human relations menurut kedua ahli tadi, seperti juga yang tadi dikatakan, human relations ini unik karena pada tiap hubungan antarmanusia belum tentu terjadi hubungan manusiawi. Ciri utama human relations bukan ‘human’ dalam pengertian secara fisik yang berwujud manusia (human being), tetapi lebih bermakna kepada proses rohaniah yang tertuju pada aspek kejiwaan manusia, yang menyangkut sifat dasar/watak manusia, perangai, kepribadian, sikap, tingkah laku, dan sebagainya. Itulah mengapa istilah human relations tidak diterjemahkan sebagai hubungan manusia atau hubungan antarmanusia, melainkan diterjemahkan sebagai hubungan manusiawi.

Contoh:
  • Dua orang yang berbincang-bincang tentang pertandingan sepak bola yang siarkan malam tadi di TV. Mereka berinteraksi, terjadi komunikasi antarpribadi, tetapi tidak ada usaha saling mempengaruhi atau membujuk untuk mencari kesepakatan bersama. Maka hubungan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hubungan manusiawi (human relations).
  • Namun bila terjadi komunikasi antara A dan B di mana A berusaha  membujuk B untuk dapat menggantikan posisinya sebagai presenter dalam sebuah presentasi karena ada hal lebih penting yang harus dilakukan A, kemudian terjadi kesepakatan antara A dan B di mana keduanya sama-sama merasa puas, B bersedia menggantikan A, tanpa ada yang merasa terpaksa, maka itulah yang disebut dengan hubungan manusiawi (human relations).

Dalam konteks komunikasi organisasi, hubungan manusiawi hanya akan terjadi jika seseorang (baik atasan maupun bawahan) mempengaruhi orang lain dengan bujukan, ajakan, atau imbauan emosional, untuk melakukan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan bersama yang telah disepakati/ditetapkan, dan kedua belah pihak sama-sama mengalami kepuasan batiniah.

Hubungan manusiawi merupakan pendekatan yang dipakai dalam melakukan hubungan:
-          kerja baik horizontal, vertikal, maupun diagonal. Dalam hubungan kerja, terutama hubungan horizontal dari atasan kepada bawahan (downward communications) harus diperhatikan bahwa karyawan bukanlah robot, bukan mesin yang dapat diprogram dengan sederet aturan yang bersifat memaksa, tanpa ada sentuhan kemanusiaan sama sekali. Mereka harus diperlakukan secara manusiawi, harus diperhatikan aspek kejiwaannya. Penelitian membuktikan karyawan yang diperlakukan secara baik, dengan pendekatan human relations dalam pemberian tugas-tugas dan pelaksanaannya, dengan memperhatikan  kesejahteraan, memberi perhatian pada kondisi psikologis mereka, ternyata memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang diperlakukan seperti robot, tanpa memberi perhatian pada kondisi psikologis mereka. Kondisi psikologis ini menyangkut juga masalah pribadi karyawan, apakah ada konflik dengan rekan sekerja, dengan atasan, dengan bawahan, atau masalah keluarga yang sedang dialami.
-          dengan publik eksternal organisasi, baik itu dengan pemerintah, pesaing, komunitas di sekitar lokasi organisasi, terlebih lagi bagi organisasi yang customer oriented, pendekatan human relations ini sangat penting dilakukan untuk menjaga hubungan yang baik dan harmonis dengan mereka.
-          Pendekatan yang dilakukan dalam memecahkan konflik yang terjadi di suatu organisasi (lebih jauh akan dibahas dalam topik “Konflik dalam Organisasi”).

Hubungan manusiawi harus dilakukan secara persuasif dan merupakan komunikasi yang dilakukan secara langsung, bisa dilakukan secara tatap muka atau pun bermedia namun terbatas hanya pada media yang dapat memberikan respons secara langsung, misalnya melalui telepon.
Seperti penjelasan tadi bahwa human relations di organisasi berguna untuk melakukan hubungan kerja baik secara horizontal, vertikal, mau pun diagonal, pendekatan human relations ini juga bisa diterapkan pada hubungan dengan publik eksternal organisasi, yang bisa dikategorikan sebagai komunikasi kelompok. Jadi pendekatan human relations di organisasi tidak harus dilakukan secara individual/interpersonal, tetapi juga bisa diterapkan pada komunikan yang berjumlah banyak, asalkan kata kunci yang harus diperhatikan adalah dilakukan secara persuasif, memperhatikan aspek kejiwaan manusia, dan pada akhirnya menimbulkan kesepakatan dengan rasa  puas hati pada semua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.
Bisa ditambahkan khusus untuk penerapan human relations bagi publik internal organisasi dapat dilakukan dengan membuka program konseling di mana semua anggota organisasi dapat menggunakan media ini untuk mengkonsultasikan segala permasalahan yang mereka alami, mulai dari permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, sampai dengan masalah pribadi yang mungkin berhubungan dengan keluarga, dan sebagainya.

Perilaku dan Jaringan Komunikasi Organisasi

Juli 14, 2017 Add Comment

Pentingnya Proses dalam Perilaku Organisasional

Konsepsi proses pada dasarnya dikaitkan dengan masalah “bagaimana”, dan untuk sebagian besar dengan pertanyaan “mengapa”. Konsepsi itu menekankan dimensi perilaku dan dimensi interaksi dari suatu keadaan. Ia juga menekankan dimensi nilai yang sering kali diabaikan. Jadi proses mencakup seluruh dinamika yang mendasari sebagian besar isi dan masalah perubahan.
Berbicara tentang proses sebagai suatu dimensi yang penting untuk diperhatikan, mungkin ada gunanya untuk mempertimbangkan proses dari segi pandangan berbagai tingkat. Dalam suatu organisasi ada beberapa tingkat yang beroperasi dari orang-orang yang bekerja di dalam organisasi sampai seluruh masyarakat di mana organisasi itu berfungsi. Terdapat sembilan tingkat yang berbeda-beda yang dapat diidentifikasikan antara tingkat mikro (perorangan) dan tingkat makro (masyarakat).
Banyak model-model perilaku organisasional yang muncul selama 100 tahun yang lalu, dan hanya empat dari model itu yang penting dan cukup menonjol yang perlu dibahas lebih lanjut. Model tersebut adalah autocratic, custodial, supportive dan collegial. Keempat model ini mewakili secara historis evolusi pemikiran manajemen.

Jaringan Komunikasi dan Pengembangan Keorganisasian

Komunikasi keorganisasian dapat didefinisikan sebagai proses aliran (pengiriman dan penerimaan) pesan-pesan yang berorientasikan tujuan di antara sumber-sumber komunikasi, dalam suatu pola dan melalui suatu medium atau media
Tujuan komunikasi keorganisasian adalah memberikan informasi; umpan balik; pengendalian; pengaruh; memecahkan persoalan; pengambilan putusan; mempermudah perubahan; pembentukan kelompok, menjaga pintu.
Komunikasi keorganisasian mempunyai suatu pola aliran atau jaringan. Dalam suatu organisasi dengan beberapa sumber (orang pada berbagai tingkat) pesan-pesan yang dikirimkandan diterima dapat mengikuti suatu pola tetap yang taat asas. Pola-pola seperti itu sangat berguna, dan dapat merupakan indikator yang baik.
Telah diadakan penelitian secara luas atas pola-pola aliran komunikasi dan dikenal sebagai penelitian jaringan komunikasi. Kebanyakan dari penelitian itu diadakan terhadap kelompok-kelompok kecil yang terkendali. Suatu jaringan merupakan suatu sistem dari berbagai titik komunikasi untuk pengambilan keputusan.
Dalam kebanyakan penelitian jaringan, suatu kelompok kecil (biasanya terdiri dari lima orang) diberi suatu tugas, dan kelompok ini berfungsi dalam komunikasi yang terkendalikan. Pengarahan komunikasi dikendalikan sesuai dengan jaringan yang berbeda-beda, pengaruh tiap jaringan terhadap prestasi dan kepuasan dipelajari.
Suatu jaringan komunikasi berbeda dalam besar dan strukturnya, misalnya mungkin hanya di antara dua orang, tiga atau lebih dan mungkin juga diantara keseluruhan orang dalam organisasi. Bentuk struktur dari jaringan itu pun juga akan berbeda-beda.
Peranan individu dalam sistem komunikasi ditentukan oleh hubungan struktur antara satu individu dengan individu lainnya dalam organisasi. Hubungan ini ditentukan oleh pola jaringan individu dengan arus informasi dalam jaringan komunikasi. Untuk mengetahui jaringan komunikasi serta peranannya, dapat digunakan analisis jaringan.
Pengembangan organisasi (PO) sebagai ancangan terhadap perubahan yang direncanakan dalam organisasi, beberapa tahun terakhir ini sangat banyak dipergunakan. Beberapa penulis telah mendefinisikan PO dengan cara yang berbeda-beda. Walaupun ada beberapa titik persamaan dalam definisi-definisi ini, juga tercermin beberapa tekanan khusus di dalamnya.
Ancangan PO terhadap perubahan memperlakukan organisasi sebagai suatu sistem, ungkap Pareek. Dalam hal ini PO berlainan dari penelitian tindakan. Sementara yang terakhir ini berusaha memecahkan satu persoalan tanpa banyak menghiraukan soal-soal yang berhubungan dalam organisasi, yang pertama mepertimbangkan seluruh organisasi. Ini berarti memahami organisasi dalam kaitan dengan lingkungannya, serta dinamika intern dari organisasi itu.

Strategi dan Inovasi dalam Komunikasi Organisasional

Strategi dan Solusi dalam Komunikasi Organisasional

Terdapat empat kategori yang memperkuat performa manusia dan organisasi, mencakup aktivitas-aktivitas:
1) Strategi training (pelatihan)
2) Strategi individual development (pengembangan individu)
3) Strategi organization development (pengembangan organisasi)
4) Strategi technical resource development (pengembangan sumber daya secara teknis).
Setiap kategori strategi secara khusus memilih pelatihan dan metode pengembangan yang didasarkan pada satu atau lebih perbedaan filosofi atau teori yang menghasilkan perubahan dalam human being (manusia). Mereka sering kali mengacu kepada tiga dasar pendekatan untuk memodifikasi perilaku: rational, behaviors, dan experential.
Selain berkonotasi “jangka panjang”, strategi manajemen juga mengandung konotasi strategi. Kata strategi sendiri mempunyai pengertian terkait dengan hal-hal seperti kemenangan, kehidupan, atau daya juang. Artinya menyangkut hal yang berkaitan dengan mampu atau tidaknya perusahaan atau organisasi menghadapi tekanan yang muncul dari dalam maupun dari luar. Kalau dapat, maka ia akan terus hidup, kalau tidak, ia akan mati seketika.
Analisis digunakan secara ekstensif dalam suatu organisasi untuk menetapkan status yang terjadi, termasuk fungsi, program, dan aktivitas. Analisis digunakan untuk menemukan apa yang terjadi dan memutuskan apa kelebihan waktu yang telah diberikan. Seperti sebuah diagnosis medis atau diagnosis otomatis, diagnosis organisasional memberikan gambaran bagaimana system dalam organisasi berlangsung. Gambaran yang diperolah dari analisis kemungkinan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, dan kemapanan prosedur untuk mengambil tindakan korektif (benar).

Inovasi dalam Organisasi

Dalam kenyataannya, pemikiran inovasi berlangsung hampir di setiap organisasi, dan banyak sekali organisasi perguruan tinggi menganggap proses inovasi sebagai salah satu fungsi utama dalam organisasi yang berkaitan dengan produksi (menyangkut kegiatan apa yang telah dikerjakan) dan pemeliharaan.
Inovasi adalah proses pengadopsian ide-ide baru, sedangkan innovativeness adalah sifat dari unit pengadopsian, yaitu tingkatan yang diberikan suatu unit sebelum unit lain melakukan adopsi inovasi.
Proses inovasi dalam organisasi:
(1) inovasi adalah sesuatu dari sejumlah kemungkinan yang direspons oleh organisasi untuk mempertemukan suatu tindakan kekuatan eksternal pada organisasi,
(2) proses inovasi melalui sejumlah tahapan, mencerminkan peningkatan komitmen oleh organisasi,
(3) proses ini tidak berjalan secara langsung, tetapi interaktif,
(4) salah satu pengukuran paling baik dari efek inovasi adalah perubahan dalam efektif tidaknya seluruh organisasi.
Pengertian komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara oral atau lisan maupun secara tulisan.
Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus dari manusia. Tidak ada makhluk lain yang dapat menyampaikan bermacam-macam arti melalui kata-kata. Kata dapat dimanipulasi untuk menyampaikan secara eksplisit sejumlah arti.
Fungsi pesan dalam organisasi adalah untuk memberi informasi, membujuk, memerintah, memberi instruksi, dan mengintegrasikan organisasi. Berlo mengatakan pula bahwa fungsi utama dari pesan dalam organisasi adalah untuk produksi atau agar tugas-tugas organisasi dilakukan untuk inovasi atau menyelidiki alternatif dari tingkah laku yang baru bagi organisasi dan untuk pemeliharaan atau menjaga sistem dan komponennya agar tetap berjalan lancar. Sedangkan Greenbaumm mengemukakan fungsi pesan adalah untuk mengatur, untuk melakukan pembaharuan, integrasi, memberikan informasi dan instruksi.
Beratus-ratus ribu gerakan tubuh manusia yang berbeda-beda dapat dibuat sebagai sinyal komunikasi nonverbal, tetapi dalam bagian ini hanya dipilih beberapa gerakan dasar yang banyak digunakan orang. Di antaranya adalah yang berhubungan dengan suara manusia atau vokalik, gerakan badan seperti kepala, mata, bahu, tangan, kaki, sentuhan, sikap badan, penggunaan ruang atau jarak dan penggunaan waktu, serta metafora.




Sumber referensi : Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto (2015). Komunikasi Organisasi (SKOM4329). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Kebijakan dan Iklim Komunikasi Organisasi

Juli 13, 2017 Add Comment

Kebijakan Komunikasi Organisasi

Kebijakan didefinisikan sebagai pernyataan umum yang dirancang untuk pedoman berpikir bagi setiap orang mengenai pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Pernyataan kebijakan memandu anggota organisasi pada tingkatan yang harus dilakukan dalam suatu situasi tertentu.
Lima syarat kebijakan dapat dikatakan efektif adalah mencerminkan tujuan organisasi, konsisten secara internal, memberikan keleluasaan dalam pengambilan keputusan, dibuat secara tertulis, dan dikomunikasikan kepada anggota organisasi.
Kebijakan komunikasi didefinisikan sebagai suatu penempatan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan memandang komunikasi. Kebijakan komunikasi ini biasanya mencakup garis pedoman dalam arus komunikasi, iklim komunikasi organisasi, kepuasan kerja, serta kepuasan komunikasi.
Burhan (1971) mengembangkan Communication Policy Preference Scale (Skala Pilihan Kebijakan Komunikasi) yang terdiri dari 35 item. Secara garis besar item-item pada skala tersebut menjawab lima pertanyaan besar berikut, yaitu mengapa berkomunikasi, apa yang harus dikomunikasikan, kapan komunikasi terjadi, siapa yang terlibat dalam komunikasi, dan bagaimana seharusnya manajemen organisasi berkomunikasi dengan karyawannya.

Iklim Komunikasi Organisasi

Seperti halnya iklim fisik atau iklim alam yang terdiri dari gabungan suhu, tekanan udara, kelembaban, sinar matahari, curah hujan serta kekuatan dan arah angin, maka iklim komunikasi adalah gabungan dari perilaku manusia, persepsi terhadap suatu peristiwa, respons antartenaga kerja, harapan-harapan, konflik-konflik interpersonal, dan kesempatan untuk berkembang dalam sebuah organisasi sepanjang tahun yang dirata-ratakan dari sejumlah tahun (Pace, 1983:124)
Setiap lingkungan kerja memiliki atmosfer kerja yang berbeda. Gibb (1986) dalam Curtis (1992) membagi iklim ke dalam dua kategori yaitu Supportiveness Climate (Iklim Mendukung) dan Defensive Climate (Iklim Bertahan). Kedua jenis iklim tersebut saling bertolak belakang satu sama lain. Iklim mendukung mempunyai karakteristik deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, kesamaan, dan provisionalisme. Sementara itu, iklim bertahan mempunyai karakteristik evaluasi, kontrol, strategi, kenetralan, keunggulan, dan kepastian.


Manajemen Konflik dalam Komunikasi Organisasi

Rintangan Komunikasi Organisasi

Dalam komunikasi organisasi, hal-hal yang menjadi rintangan komunikasi dapat berasal dari proses pengiriman dan penerimaan pesan atau faktor personal, serta dari fungsi sistem organisasi itu sendiri atau faktor organisasional.
Faktor personal lain yang sangat penting dalam memberikan kontribusi sebagai rintangan adalah persepsi manusia. Ini karena persepsi dapat mempengaruhi kemampuan manusia dalam memandang dan memahami suatu realita. Orang yang berbeda dapat mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap suatu realita yang sama.
Sementara itu, faktor organisasional yang bisa memberikan kontribusi untuk menjadi rintangan komunikasi organisasi adalah kedudukan atau posisi dalam organisasi, hierarki dalam organisasi, keterbatasan komunikasi, hubungan yang tidak personal, sistem aturan dan kebijaksanaan, spesialisasi tugas, ketidakpedulian pimpinan, prestise, dan jaringan komunikasi itu sendiri.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi rintangan komunikasi tersebut adalah menetapkan lebih dari satu saluran komunikasi, menciptakan prosedur untuk mengimbangi distorsi pesan, menghilangkan pengantara antara pembuat keputusan dengan pemberi informasi, dan mengembangkan pembuktian gangguan pesan.

Konflik dan Kekuasaan dalam Organisasi

Tidak dapat dipungkiri, hampir semua organisasi pernah mengalami konflik. Konflik organisasi dapat terjadi pada berbagai tingkatan, yaitu pada tingkat interpersonal, antarkelompok, dan antarorganisasi (Miller, 2000:184). Ada banyak hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya konflik dalam sebuah organisasi, baik yang berasal dari foktor internal maupun dari faktor eksternal. Penyebab internal merupakan penyebab yang berasal dari dalam organisasi, terutama dari diri anggota-anggota organisasi itu sendiri. Sedangkan penyebab eksternal adalah penyebab yang datang dari pihak lain di luar organisasi tersebut.
Konflik pada umumnya dianggap sebagai hal yang akan selalu membawa dampak negatif dan dapat menghancurkan organisasi. Pandangan ini tidak seluruhnya benar, karena konflik juga ternyata dapat menimbulkan dapampak positif yang membangun. Konflik dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi, atau sebaliknya menghambat pencapaian tujuan tersebut.
Pimpinan organisasi harus memiliki kemampuan mengetahui gejala konflik agar dapat  mencegah, mengarahkan, atau menghilangkannya. Menyelesaikan suatu konflik memang bukan pekerjaan yang sepele, berbagai hal harus dipertimbangkan agar dapat menghasilkan keputusan dan tindakan terbaik. Sebenarnya hal yang penting untuk dilakukan pimpinan adalah mencegah timbulnya konflik yang dapat mengarah negatif. Bila upaya pencegahan tidak dapat dilakukan, maka konflik harus diketahui sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi parah. Ada lima karakteristik yang perlu ada untuk sebuah manajemen konflik (de Vito dalam Curtis, 2000:58), yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesamaan. 

Peran Pemimpin dalam Organisasi
 
Pemimpin adalah manajer & komunikator yang memegang peran besar bagi kelangsungan suatu organisasi. Maka penting bagi mahasiswa untuk mengetahui apa saja peran seorang pemimpin di suatu organisasi. Di topik ini akan diuraikan peran-peran seorang pemimpin di sebuah organisasi atau perusahaan yang tercakup dalam kegiatannya sehari-hari, yaitu:

- peran antarpersona

- peran informasional

- peran memutuskan

Ada tiga peran antarpersona yang mendasar dari seorang pemimpin:

1. peranan tokoh (figurehead role), disebabkan krn kedudukannya sebagai kepala suatu organisasi atau perusahaan. Peran ini meliputi tugas yang bersifat keupacaraan (ceremonial nature). Contoh: memimpin upacara bendera di kantor, diundang utk peringatan hari-hari nasional, pembukaan sebuah proyek, ulang tahun instansi, pernikahan rekan manajer, dsb.

2. peranan pemimpin (leader role). Seorang pemimpin bertanggung jawab akan kelancaran pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Jenis-jenis kegiatan yang bersangkutan langsung dengan kepemimpinannya pada semua tahap manajemen: penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian, atau lebih dikenal dengan pekerjaan manajerial. Sedangkan jenis kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan kepemimpinan antara lain memotivasi karyawan.

3. peranan penghubung (liaison role), dalam peran ini seorang manajer melakukan komunikasi dengan pihak-pihak di luar jalur komando vertikal, secara formal & informal.

Ketiga peran di atas disebut peran antarpersona karena dilakukan secara antarpersona formal & informal sehingga banyak informasi yang diperoleh untuk kemajuan organisasi atau perusahaan.

Fungsi seorang pemimpin bagi organisasinya bagaikan pusat syaraf yang berada di tengah-tengah jaringan kontak dengan semua pihak yang berhubungan dengan organisasi/perusahaan bersangkutan. Ia harus mengetahui informasi tentang organisasi atau perusahaannya lebih banyak dari siapa pun juga. Peran ini ada tiga yakni:

1. peranan monitor (monitor role) mengawasi jalannya roda organisasi atau perusahaan sesuai rencana dan target, juga menghimpun segala macam informasi dari berbagai pihak untuk kelancaran organisasi atau perusahaan.

2. peranan penyebar (disseminator role) menyebarkan segala macam informasi yang telah diperoleh (biasanya dari luar organisasi) ke seluruh anggota organisasi.

3. peranan juru bicara (spokesman role) memberi informasi kepada pihak-pihak yang berada di luar organisasi.

Manajer adalah sebagai pengambil keputusan (decision maker) semua kebijakan organisasi. Peran sebagai pengambil keputusan ini meliputi:

1. peranan wiraswasta (entrepreneur role). Di sini pemimpin harus tanggap dengan perubahan yang terjadi di luar organisasi/perusahaan dengan sangat cepat dan pemimpin harus future minded (berpikir jauh ke depan) agar dapat selalu menemukan ide-ide baru untuk dikembangkan yang mengikuti perubahan di sekitarnya.

2. peranan pengendali gangguan (disturbances handler role). Dalam peran ini seorang pemimpin harus dapat mengatasi setiap masalah yang terjadi di dalam organisasi/perusahaan, seperti terjadinya pemogokan karyawan, konsumen/pelanggan beralih ke produk lain, dan sebagainya.

3. peranan penentu sumber (resource allocater role). Peranan ini mencakup menentukan atau memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan bagaimana pekerjaan itu akan dilakukan.

4. peranan perunding (negotiator role). Pemimpin melakukan perundingan dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan organisasi yang dipimpinnya mulai dari hal-hal yang resmi hingga yang tidak resmi seperti gaya hidup (way of life) perusahaan/organisasi yang dipimpinnya.


Sumber referensi : Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto (2015). Komunikasi Organisasi (SKOM4329). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka