Loading...
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan

Kebijakan dan Iklim Komunikasi Organisasi

Juli 13, 2017 Add Comment

Kebijakan Komunikasi Organisasi

Kebijakan didefinisikan sebagai pernyataan umum yang dirancang untuk pedoman berpikir bagi setiap orang mengenai pengambilan keputusan dalam suatu organisasi. Pernyataan kebijakan memandu anggota organisasi pada tingkatan yang harus dilakukan dalam suatu situasi tertentu.
Lima syarat kebijakan dapat dikatakan efektif adalah mencerminkan tujuan organisasi, konsisten secara internal, memberikan keleluasaan dalam pengambilan keputusan, dibuat secara tertulis, dan dikomunikasikan kepada anggota organisasi.
Kebijakan komunikasi didefinisikan sebagai suatu penempatan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan memandang komunikasi. Kebijakan komunikasi ini biasanya mencakup garis pedoman dalam arus komunikasi, iklim komunikasi organisasi, kepuasan kerja, serta kepuasan komunikasi.
Burhan (1971) mengembangkan Communication Policy Preference Scale (Skala Pilihan Kebijakan Komunikasi) yang terdiri dari 35 item. Secara garis besar item-item pada skala tersebut menjawab lima pertanyaan besar berikut, yaitu mengapa berkomunikasi, apa yang harus dikomunikasikan, kapan komunikasi terjadi, siapa yang terlibat dalam komunikasi, dan bagaimana seharusnya manajemen organisasi berkomunikasi dengan karyawannya.

Iklim Komunikasi Organisasi

Seperti halnya iklim fisik atau iklim alam yang terdiri dari gabungan suhu, tekanan udara, kelembaban, sinar matahari, curah hujan serta kekuatan dan arah angin, maka iklim komunikasi adalah gabungan dari perilaku manusia, persepsi terhadap suatu peristiwa, respons antartenaga kerja, harapan-harapan, konflik-konflik interpersonal, dan kesempatan untuk berkembang dalam sebuah organisasi sepanjang tahun yang dirata-ratakan dari sejumlah tahun (Pace, 1983:124)
Setiap lingkungan kerja memiliki atmosfer kerja yang berbeda. Gibb (1986) dalam Curtis (1992) membagi iklim ke dalam dua kategori yaitu Supportiveness Climate (Iklim Mendukung) dan Defensive Climate (Iklim Bertahan). Kedua jenis iklim tersebut saling bertolak belakang satu sama lain. Iklim mendukung mempunyai karakteristik deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, kesamaan, dan provisionalisme. Sementara itu, iklim bertahan mempunyai karakteristik evaluasi, kontrol, strategi, kenetralan, keunggulan, dan kepastian.


Manajemen Konflik dalam Komunikasi Organisasi

Rintangan Komunikasi Organisasi

Dalam komunikasi organisasi, hal-hal yang menjadi rintangan komunikasi dapat berasal dari proses pengiriman dan penerimaan pesan atau faktor personal, serta dari fungsi sistem organisasi itu sendiri atau faktor organisasional.
Faktor personal lain yang sangat penting dalam memberikan kontribusi sebagai rintangan adalah persepsi manusia. Ini karena persepsi dapat mempengaruhi kemampuan manusia dalam memandang dan memahami suatu realita. Orang yang berbeda dapat mempunyai pemahaman yang berbeda terhadap suatu realita yang sama.
Sementara itu, faktor organisasional yang bisa memberikan kontribusi untuk menjadi rintangan komunikasi organisasi adalah kedudukan atau posisi dalam organisasi, hierarki dalam organisasi, keterbatasan komunikasi, hubungan yang tidak personal, sistem aturan dan kebijaksanaan, spesialisasi tugas, ketidakpedulian pimpinan, prestise, dan jaringan komunikasi itu sendiri.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi rintangan komunikasi tersebut adalah menetapkan lebih dari satu saluran komunikasi, menciptakan prosedur untuk mengimbangi distorsi pesan, menghilangkan pengantara antara pembuat keputusan dengan pemberi informasi, dan mengembangkan pembuktian gangguan pesan.

Konflik dan Kekuasaan dalam Organisasi

Tidak dapat dipungkiri, hampir semua organisasi pernah mengalami konflik. Konflik organisasi dapat terjadi pada berbagai tingkatan, yaitu pada tingkat interpersonal, antarkelompok, dan antarorganisasi (Miller, 2000:184). Ada banyak hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya konflik dalam sebuah organisasi, baik yang berasal dari foktor internal maupun dari faktor eksternal. Penyebab internal merupakan penyebab yang berasal dari dalam organisasi, terutama dari diri anggota-anggota organisasi itu sendiri. Sedangkan penyebab eksternal adalah penyebab yang datang dari pihak lain di luar organisasi tersebut.
Konflik pada umumnya dianggap sebagai hal yang akan selalu membawa dampak negatif dan dapat menghancurkan organisasi. Pandangan ini tidak seluruhnya benar, karena konflik juga ternyata dapat menimbulkan dapampak positif yang membangun. Konflik dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi, atau sebaliknya menghambat pencapaian tujuan tersebut.
Pimpinan organisasi harus memiliki kemampuan mengetahui gejala konflik agar dapat  mencegah, mengarahkan, atau menghilangkannya. Menyelesaikan suatu konflik memang bukan pekerjaan yang sepele, berbagai hal harus dipertimbangkan agar dapat menghasilkan keputusan dan tindakan terbaik. Sebenarnya hal yang penting untuk dilakukan pimpinan adalah mencegah timbulnya konflik yang dapat mengarah negatif. Bila upaya pencegahan tidak dapat dilakukan, maka konflik harus diketahui sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi parah. Ada lima karakteristik yang perlu ada untuk sebuah manajemen konflik (de Vito dalam Curtis, 2000:58), yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesamaan. 

Peran Pemimpin dalam Organisasi
 
Pemimpin adalah manajer & komunikator yang memegang peran besar bagi kelangsungan suatu organisasi. Maka penting bagi mahasiswa untuk mengetahui apa saja peran seorang pemimpin di suatu organisasi. Di topik ini akan diuraikan peran-peran seorang pemimpin di sebuah organisasi atau perusahaan yang tercakup dalam kegiatannya sehari-hari, yaitu:

- peran antarpersona

- peran informasional

- peran memutuskan

Ada tiga peran antarpersona yang mendasar dari seorang pemimpin:

1. peranan tokoh (figurehead role), disebabkan krn kedudukannya sebagai kepala suatu organisasi atau perusahaan. Peran ini meliputi tugas yang bersifat keupacaraan (ceremonial nature). Contoh: memimpin upacara bendera di kantor, diundang utk peringatan hari-hari nasional, pembukaan sebuah proyek, ulang tahun instansi, pernikahan rekan manajer, dsb.

2. peranan pemimpin (leader role). Seorang pemimpin bertanggung jawab akan kelancaran pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Jenis-jenis kegiatan yang bersangkutan langsung dengan kepemimpinannya pada semua tahap manajemen: penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian, atau lebih dikenal dengan pekerjaan manajerial. Sedangkan jenis kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan kepemimpinan antara lain memotivasi karyawan.

3. peranan penghubung (liaison role), dalam peran ini seorang manajer melakukan komunikasi dengan pihak-pihak di luar jalur komando vertikal, secara formal & informal.

Ketiga peran di atas disebut peran antarpersona karena dilakukan secara antarpersona formal & informal sehingga banyak informasi yang diperoleh untuk kemajuan organisasi atau perusahaan.

Fungsi seorang pemimpin bagi organisasinya bagaikan pusat syaraf yang berada di tengah-tengah jaringan kontak dengan semua pihak yang berhubungan dengan organisasi/perusahaan bersangkutan. Ia harus mengetahui informasi tentang organisasi atau perusahaannya lebih banyak dari siapa pun juga. Peran ini ada tiga yakni:

1. peranan monitor (monitor role) mengawasi jalannya roda organisasi atau perusahaan sesuai rencana dan target, juga menghimpun segala macam informasi dari berbagai pihak untuk kelancaran organisasi atau perusahaan.

2. peranan penyebar (disseminator role) menyebarkan segala macam informasi yang telah diperoleh (biasanya dari luar organisasi) ke seluruh anggota organisasi.

3. peranan juru bicara (spokesman role) memberi informasi kepada pihak-pihak yang berada di luar organisasi.

Manajer adalah sebagai pengambil keputusan (decision maker) semua kebijakan organisasi. Peran sebagai pengambil keputusan ini meliputi:

1. peranan wiraswasta (entrepreneur role). Di sini pemimpin harus tanggap dengan perubahan yang terjadi di luar organisasi/perusahaan dengan sangat cepat dan pemimpin harus future minded (berpikir jauh ke depan) agar dapat selalu menemukan ide-ide baru untuk dikembangkan yang mengikuti perubahan di sekitarnya.

2. peranan pengendali gangguan (disturbances handler role). Dalam peran ini seorang pemimpin harus dapat mengatasi setiap masalah yang terjadi di dalam organisasi/perusahaan, seperti terjadinya pemogokan karyawan, konsumen/pelanggan beralih ke produk lain, dan sebagainya.

3. peranan penentu sumber (resource allocater role). Peranan ini mencakup menentukan atau memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang akan melakukan, dan bagaimana pekerjaan itu akan dilakukan.

4. peranan perunding (negotiator role). Pemimpin melakukan perundingan dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan organisasi yang dipimpinnya mulai dari hal-hal yang resmi hingga yang tidak resmi seperti gaya hidup (way of life) perusahaan/organisasi yang dipimpinnya.


Sumber referensi : Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto (2015). Komunikasi Organisasi (SKOM4329). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Dimensi-dimensi Komunikasi Organisasi

Juli 12, 2017 Add Comment

Bentuk-bentuk Komunikasi Organisasi

Bentuk-bentuk komunikasi organisasi mencakup bentuk komunikasi antar pribadi dan bentuk komunikasi kelompok.
Komunikasi antar pribadi yang menekankan pada definisi hubungan merupakan kegiatan komunikasi yang tidak mungkin dihindari, hal ini sesuai dengan salah satu dari 4 prinsip komunikasi antar pribadi.
Sedangkan komunikasi kelompok dapat dilihat dari komunikasi kelompok kecil (small group communication) dan komunikasi kelompok besar (large group communication) yang masing-masing memiliki aspek positif dan negatifnya.

Komunikasi Manajemen dalam Suatu Organisasi

Dalam komunikasi dan manajemen, komunikasi akan tercermin dan merupakan pondasi dalam setiap unsur dalam proses manajemen, yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), directing (pembimbingan dan pengarahan), serta controlling (pengawasan).
Dalam kenyataannya, komunikasi adalah suatu proses integral dari fungsi manajemen itu sendiri. Banyak dibahas gambaran komunikasi sebagai suatu input dasar dan output dalam proses manajemen, juga real time (saat benar-benar terjadi). Sebagai seorang manajer, salah satunya harus secara simultan melakukan komunikasi.
Salah satu tanggung jawab penting dan sulit yang diemban manajer adalah komunikasi, karena kerja atau tugas manajer melalui komunikasi adalah menciptakan understanding (pengertian).
Keefektifan manajer dalam kemampuan yang begitu beragam, terlihat dari keterampilannya berkomunikasi
Terdapat empat proses dalam komunikasi manajemen, yaitu asking (bertanya), telling (memberitahu), listening (mendengarkan), dan undersatnding (memahami).

Peranan Pemimpin dalam Organisasi

Wewenang formal seorang manajer menyebabkan timbulnya tiga peranan antarpesona (interpersonal roles) yang pada gilirannya menyebabkan adanya tiga peranan informasi (information roles), dan ini pada gilirannya pula menyebabkan sang manajer melakukan peranan memutuskan (decision roles).
Wewenang yang formal dari seorang manajer secara langsung akan menimbulkan tiga peranan yang meliputi hubungan antarpesona yang mendasar, yaitu:
(1) peranan tokoh (figurehead role), karena ia seorang tokoh, maka selain memimpin berbagai upacara di kantornya sendiri, ia juga diundang oleh pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara,
(2) peranan pemimpin (leader role), sebagai pemimpin, seorang manajer bertanggung jawab atas lancar tidaknya pekerjaan yang dilakukan bawahannya,
(3) peranan penghubung (liaison role), sebagai penghubung seorang manajer melakukan komunikasi dengan orang di luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun secara nonformal.

Peranan informasional adalah:
(1) peranan monitor (monitor role), dalam melakukan peranannya sebagai monitor, manajer  memandang lingkungannya sebagai sumber informasi,
(2) peranan penyebar (disseminator role): sebagai kebalikan dari peranannya sebagai penhubung (liaison role),
(3) peranan juru bicara (spokesman role): peranannya sebagai juru bicara ada persamaan dengan peranannya sebagai penghubung. Perbedaannya dalam hal caranya, jika sebagai penghubung ia melakukan komunikasi secara antarpersonal atau kontak pribadi dan tidak selalu resmi, maka sebagai juru bicara tidak selamanya komunikasi dilakukan secara kontak pribadi, tetapi selalu secara resmi.

Peranan keputusan:
(1) peranan wiraswasta (entrepreneur role), seorang manajer berusaha memajukan organisasinya dan melakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungannya,
(2) peranan pengendali gangguan (disturbance handler role),
(3) manajer memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang melaksanakan, dan bagaimana pembagian pekerjaan dilangsungkan,
(4) peranan perunding (negotiator role): studi mengenai karya manajerial dalam taraf apapun menunjukkan bahwa para manajer menggunakan waktunya yang banyak untuk perundingan.


Manajerial dan Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi

Teori komunikasi organisasional kontemporer cenderung menerima definisi yang disampaikan oleh Tannenbaum, Weschler, dan Massarik (1961), (dalam Pace, 1983), yang menggambarkan kepemimpinan sebagai pengaruh interpersonal, memelihara situasi dan penugasan, melalui proses komunikasi, terhadap pencapaian suatu tujuan khusus atau berbagai tujuan. Esensi kepemimpinan dan managing (pengelolaan), dalam definisi ini adalah pengaruh interpersonal.
Kepemimpinan dan komunikasi adalah dua faktor yang saling terkait. Seperti penggunaan istilah, kepemimpinan terdiri dari pencapaian pengaruh interpesonal melalui komunikasi.
Banyak teori dan analisis tentang model manajerial dan gaya kepemimpinan, tetapi disini membahas enam macam yang cukup populer, yaitu:
(1) Managerial Grid Theory (Blake & Mouton),
(2) 3-D Theory (Reddin),
(3) Situational Theory (Hersey & Blanchard),
(4) Four-System Theory (Likert),
(5) Continum Theory (Tanenbaum & Schmidt), dan
(6) Contigency Theory (Fiedler).

Gaya kepemimpinan seorang manajer mempengaruhi bawahan atau pengikutnya didasari beberapa asumsi tentang karyawan dan apa saja motif mereka. Mc Gregor (dalam Pace, 1983), mengemukakan dua kutub asumsi atau kepercayaan bahwa manajer dan pimpinan memiliki tendensi untuk melakukannya. Mc Gregor menyebutkan Teori X dan Teori Y.

Pendekatan Antarpribadi dalam Komunikasi Organisasi

Gaya komunikasi adalah kekhasan, atau ciri-ciri cara ber-ekspresi dan cara memberi tanggapan dari seseorang ketika berkomunikasi.
Sembilan variabel atau aspek gaya komunikasi yaitu:
(1) dominates, takes charge (menguasai, penentuan tugas),
(2) dramatizes, jokes, and exaggerates (dramatisasi, lelucon dan membesar-besarkan),
(3) argumentative, enjoys, heated discussions (argumentatif/beralasan, menikmati hangatnya diskusi),
(4) uses expressive festures and facial expression (menggunakan ekspresi bahasa tubuh dan mimik muka),
(5) makes immediate impression, leaves impression (membuat kesan dengan segera dan meninggalkan kesan),
(6) calm, relaxed, and easygoing (tenang, santai, praktis),
(7) attentive listener, empathetic (pendengar yang baik, berempati),
(8) open with feeling and emotions (terbuka dengan perasaan dan emosi),
(9) friendly, encouraging, and tackful (ramah, besar hati, bijaksana)

Kendala terhadap interaksi seseorang dengan yang lainnya dilakukan dengan pengenalan tiga ego states (sikap diri) yang dominant atau personalitas fisik menjadi aktif selama individu memberikan transaksi antarpesona. Bentuk persoalan ini sebagai parent (sikap diri orang tua) Adult (sikap diri dewasa), dan Child (sikap diri kanak) untuk menjelaskan sikap diri yang mendasar.
Setiap sikap diri mencerminkan beberapa gaya komunikasi yang dapat dikenali. Terdapat enam gaya komunikasi yang nampak dalam organisasi dari sikap diri:
1) controlling (Parent)
2) structuring (Parent),
3) egalitarian (Adult),
4) dynamic (Adult),
5) relingushing (Child),
6) withdrawing (Child)

Hubungan Manusiawi dan Masalah Kepemimpinan

Hubungan manusia dengan bidang pembahasan kepemimpinan merupakan bidang yang luas sekali. Orang mudah melaksanakan secara tidak sadar, menikmati kepemimpinan secara tidak sadar, maupun memiliki wewenang untuk menggunakan kemampuan kepemimpinannya.
Seberapa jauh ia berhasil menjadi pemimpin yang berwibawa hanya dapat diukur melalui prestasi kerjanya terutama dalam memperoleh partisipasi yang sukarela.
Partisipasi ini diperolehnya berdasarkan pengertian dari pihak yang memberi partisipasinya, bukan berdasarkan penggunaan wewenang resminya. Partisipasinya ini dapat berupa partisipasi dari lingkungan kerja secara langsung maupun dari lingkungan di luar pekerjaan. Semua ini lingkungan di dalam dan di luar lingkup pekerjaan akan menentukan seberapa jauh tujuan organisasi dapat dicapai dan diwujudkan. Untuk maksud inilah Hubungan Manusiawi dipergunakan, walaupun hanya merupakan suatu pendekatan saja yang pemanfaatannya tergantung dari kepekaan, perhatian masing-masing orang terhadap lingkungan dan orang dihadapi.



Sumber referensi : Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto (2015). Komunikasi Organisasi (SKOM4329). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Peranan Komunikasi, Arus Informasi dan Budaya di dalam Komunikasi Organisasional

Juli 11, 2017 Add Comment

Peranan Komunikasi dalam Organisasi

Komunikasi ibarat oksigen bagi kehidupan manusia di dalam sebuah organisasi. Melalui komunikasi akan timbul partipasi individu anggota-anggota organisasi yang pada gilirannya partisipasi individu ini akan melahirkan kerja sama, dan ini merupakan hal yang sangat menunjang dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Beberapa tujua komunikasi organisasi di antaranya adalah : memberikan informasi, sebagai umpan balik, pengendalian, menciptakan pengaruh, membantu pemecahan masalah, membantu pengambilan keputusan, mempermudah perubahan, pembentukan kelompok, dan penjaga pintu atau penyaring informasi.

Secara garis besar, kegiatan komunikasi melibatkan empat fungsi, yaitu : fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif. Selain itu ada pendapat lain yang menyampaikan tiga fungsi komunikasi dalam organisasi formal yaitu fungsi perintah, fungsi relasional, dan fungsi manajemen ambigu.

Arus Informasi dalam Organisasi

Arah arus informasi dalam komunikasi organisasional mencakup dua bagian besar, yaitu : komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi yang berlangsung di antara orang-orang yang berada di dalam suatu organisasi. Komunikasi ini mencakup komunikasi vertikal (downward dan upward communication), horizontal, dan diagonal atau cross-channel communication. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang terjadi antara suatu organisasi dan publik atau khalayak luar. Selain itu, dalam arus informasi dikenal pula istilah grapevine yang memiliki pengertian metode penyampaian pesan rahasia dari individu yang bukan dari saluran resmi.

Sementara itu, sifat aliran informasi dalam suatu organisasi ada tiga, yaitu serantak, berurutan, atau kombinasi dari keduannya. Dan dalam komunikasi organisasi terdapat pola-pola aliran informasi, yaitu pola roda dan pola lingkaran.

Arus Informasi di Dalam Organisasi

Arus Informasi di dalam organisasi tercipta karena adanya berbagai level di dalam sebuah organisasi. Proses komunikasi yang terjadi misalnya pada level manajer berbeda dengan kegiatan komunikasi pada level karyawan. Namun perbedaan di sini lebih ditekankan pada materi atau isi pesan komunikasi tersebut.

Pada dasarnya arus atau arah komunikasi di dalam sebuah organisasi dapat kita kategorikan menjadi dua kelompok besar, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal yang dimaksud di sini adalah komunikasi yang berlangsung di antara orang-orang yang berada di dalam sebuah organisasi.

Orang-orang yang terlibat di dalam komunikasi internal ini antara lain adalah pihak manajemen, karyawan, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan komunikasi eksternal adalah komunikasi antara orang-orang yang berada di dalam organisasi dengan khalayak atau publik di luar organisasi, antara lain adalah khalayak atau masyarakat pada umumnya, pihak pers, pemerintah, pemegang saham dan sebagainya.

Di dalam komunikasi internal bisa kita bagi kembali ke dalam tiga kategori besar, yaitu
1. komunikasi vertikal,
2. komunikasi horizontal dan
3. komunikasi cross-channel atau komunikasi silang.

Yang dimaksud dengan komunikasi vertikal adalah arus komunikasi yang terjadi dari atas ke bawah atau disebut juga dengan downward communication dan arus komunikasi dari bawah ke atas atau disebut dengan upward communication.
Itu berarti di dalam komunikasi vertikal ini sendiri sudah terdapat dua arah atau dua arus komunikasi, yaitu dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Perbedaan mendasar dari dua arus di dalam komunikasi vertikal ini, downward communication berlangsung dari level atasan kepada level bawahan, atau bisa pula kita katakan sebagai komunikasi yang berasal dari tatanan manajemen kepada karyawan.

Terdapat lima fungsi dari pelaksanaan downward communication:
Fungsi pertama adalah pemberian atau penyampaian instruksi kerja atau job instruction. Contohnya antara lain perintah, arahan, penerangan, manual kerja, uraian kerja, dan sebagainya.
Fungsi selanjutnya adalah penjelasan dari pimpinan mengenai mengapa suatu tugas perlu dilaksanakan. Fungsi ini bertujuan agar pekerja atau karyawan mengetahui bagaimana tugas-tugas mereka berkaitan dengan tugas dan posisi unit atau individu lain yang ada di dalam organisasi, juga mengapa mereka mengerjakan tugas tersebut.
Fungsi ketiga adalah penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku, seperti bagaimana waktu kerja, cara pengaturan gaji, program pensiun, asuransi kesehatan, cuti, penghargaan, hingga hukuman.
Fungsi ke empat adalah penyampaian informasi mengenai bagaimana penampilan kerja. Penampilan kerja yang dimaksud di sini bukan hanya dalam artian penampilan fisik tapi juga termasuk kemampuan menjalankan pekerjaan dan memperhatikan daya tahan dalam keberhasilan kerja. Manfaat penyampaian informasi mengenai penampilan kerja ini adalah dengan penyampaian informasi tentang penampilan kerja ini diharapkan dapat memberi motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik lagi.
Fungsi ke lima adalah pemberian informasi mengenai bagaimana mengembangkan misi perusahaan.

Di dalam upward communication, arus informasi terjadi dari bawahan kepada atasan. Di dalam organisasi dengan sistem terbuka, arus informasi tidak hanya berlangsung secara updown, namun juga harus ada arus secara bottom-up. Dalam upward communication juga mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
Fungsi pertama adalah penyampaian informasi mengenai pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan.
Fungsi kedua adalah penyampaian informasi mengenai persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikankan oleh seorang bawahan. Tentu saja ini bertujuan agar dapat segera dicari jalan keluar untuk setiap persoalan yang dihadapi oleh bawahan, sehingga setiap hal yang telah direncanakan dapat terus berjalan.
Fungsi ketiga adalah penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan.
Komunikasi horizontal merupakan komunikasi yang terjadi secara mendatar atau sejajar diantara karyawan yang berada pada satu level. Hal ini dapat berupa pertukaran informasi diantara orang-orang yang memiliki hubungan dekat dalam unit kerja yang sama, tentu dengan tujuan untuk mengkoordinir pengerjaan tugas, bertukar informasi dalam rencana dan kegiatan, mengatasi masalah, mendapatkan pemahaman bersama, memusyawarahkan, negosiasi, dan menengahi perbedaan serta membangun dukungan interpersonal.

Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk pelaksanaan komunikasi horizontal, yaitu antara lain dengan mengadakan rapat komite yang biasanya mengkoordinasikan sesuatu, menyebarkan berbagai informasi, musyawarah dan pemecahan masalah, kemudian bisa pula dilakukan dengan percakapan telepon, memo dan catatan yang umum dilakukan di antara pekerja, melalui berbagai aktivitas sosial seperti olahraga bersama atau pun melalui interaksi informal pada waktu istirahat di kantin di mana biasanya kita akan bertemu dengan rekan-rekan dari unit lain.
Sedangkan komunikasi cross-channel atau komunikasi silang adalah komunikasi yang terjadi di dalam sebuah organisasi di antara seseorang dengan orang lain yang satu sama lain berbeda dalam kedudukan dan bagian. Contohnya, komunikasi yang berlangsung antara kepala bagian personalia dengan seorang mandor, di mana secara stuktural mandor berada di bawah koordinasi kepala bagian produksi, bukan kepala bagian personalia.

Budaya Organisasi : Suatu Konsep Menuju Efektivitas Organisasi

Pengertian Budaya Organisasi

Banyak definisi yang dikemukakan, baik oleh para ahli maupun praktisi mengenai budaya organisasi, satu di antaranya yang sangat operasional adalah : suatu nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. Budaya organisasi dapat bersumber dan dipertahankan melalui pendiri, seleksi, manajemen puncak dan sosialisasi. Budaya organisasi yang di dalamnya terdiri dari dua lapisan, yaitu : visible artifacts dan budaya itu sendiri perlu disosialisasikan kepada seluruh anggota dan dapat dipelajari dengan cara sederhana dan mudah, seperti melalui : cerita, acara-acara ritual, material, dan bahasa.

Budaya Organisasi Menuju Keberhasilan Organisasi

Robbins mengatakan bahwa ada empat variabel yang membuat efektivitas organisasi, yaitu organization’s culture, strategy, environment, dan technology. Budaya organisasi yang dapat menunjang keberhasilan organisasi adalah budaya yang kuat. Suatu budaya akan menjadi kuat apabila ditunjang oleh:
1) penyebaran nilai-nilai budaya, dan
2) tingkat komitmen anggota organisasi terhadap inti dari nilai-nilai yang ada.

Ada tujuh langkah untuk menentukan budaya organisasi yaitu :
1) mencari persepsi-persepsi yang ada dalam organisasi;
2) mencari persepsi mayoritas;
3) membuat key-words;
4) menentukan strategi sosialisasi;
5) pengaruh perencanaan strategi organisasi terhadap strategi implementasi budaya organisasi;
6) hasil key-words dituangkan ke dalam  bentuk slogan;
7) proses sosialisasi budaya organisasi.

Budaya organisasi selain memberikan manfaat bagi individu di dalamnya juga memberikan manfaat bagi organisasinya itu sendiri. Ada empat budaya yang dapat dikembangkan pada sebuah organisasi, yakni;
1) budaya adaptasi;
2) budaya partisipatif;
3) budaya misi; dan
4) budaya konsisten.

Budaya organisasi bisa saja berubah bila terjadi sesuatu yang memungkinkan hal tersebut. Namun demikian, memelihara budaya organisasi tetap perlu dilakukan melalui 5 langkah, yaitu:
1) motivasi dari pimpinan;
2) keteladanan dari pimpinan;
3) organisasi harus adaptif terhadap subbudaya dan memperkayanya;
4) bimbingan dari pimpinan; dan
5) penjelasan dari pimpinan untuk saling bekerja sama di antara subbudaya yang ada.

Budaya Kerja Unggul sebagai Upaya Efektivitas Organisasi

Teori organisasi membahas persoalan apa yang membuat sebuah organisasi efektif, yaitu struktur organisasi yang tepat sehingga memiliki budaya kerja yang unggul. Budaya kerja yang unggul harus diaplikasikan dalam sebuah organisasi untuk mencapai keberhasilan atau efektivitas.
Budaya kerja pada sebuah organisasi biasanya dikaitkan dengan sistem nilai, norma, sikap, dan etika kerja yang dipegang oleh setiap karyawan. Empat elemen ini menjadi asas untuk mengawal setiap perilaku karyawan, cara mereka berpikir, berhubungan antara satu sama lain dan berinteraksi dengan lingkungannya. Nilai berperan sebagai alat ukur atau penentu dalam membuat suatu tindakan. Adapun norma merupakan peraturan-peraturan dan perilaku yang diterima dalam masyarakat. Sikap adalah kesediaan seseorang dari segi mental dan fisik untuk bertindak terhdap sesuatu. Etika adalah prinsip-prinsip kerja sama terbentuk dari gabungan unsur nilai, norma dan sikap yang disepakati bersama oleh kelompok.
Unggul selalu dikaitkan dengan peningkatan kualitas dan produktivitas. Untuk mendapatkan budaya kerja unggul atau cemerlang memiliki beberapa prasyarat, yaitu komitmen seluruh anggota, kesadaran akan pentingnya kualitas organisasi dan kesadaran akan sulitnya pencapaian keberhasilan serta hakikat keberhasilan yang tidak pernah berhenti pada sebuah terminal (sustain)

Budaya Organisasi

Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy mengatakan bahwa Budaya Organisasi adalah nilai-nilai dominan yang diterapkan oleh suatu organisasi. AB Susanto berpendapat bahwa Budaya Organisasi adalah nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, sehingga masing-masing anggota organisasi tahu bagaimana harus bertindak dan berprilaku.
Pada umumnya budaya organisasi terdiri atas dua lapisan, lapisan pertama adalah lapisan yang pada umumnya mudah dilihat dan sering dianggap mewakili budaya organisasi secara menyeluruh. Lapisan pertama ini sering disebut dengan istilah visible artifacts atau segala sesuatu yang dapat dilihat oleh mata manusia.
Contoh nyata dari visible artifacts adalah lambang sebuah perusahaan, pakaian seragam, bentuk bangunan, warna bangunan, kegiatan-kegiatan sosial, cerita-cerita mengenai sebuah perusahaan, hingga cara orang berprilaku dan berbicara juga dapat merupakan cerminan dari budaya organisasi orang yang bersangkutan. Intinya adalah visible artifacts merupakan segala sesuatu yang dapat dilihat oleh mata dan akan mencerminkan apa dan bagaimana perusahaan tersebut.
Lapisan kedua dari budaya organisasi sesungguhnya masih sangat erat kaitannya dengan budaya lapisan pertama, karena lapisan pertama yang disebut visible artifacts tadi tentu tidak muncul dengan sendirinya. Lapisan kedua hadir mewakili nilai-nilai yang lebih dalam dari para anggota organisasi. Lapisan kedualah yang melandasi kehadiran visible artifacts.
Lapisan kedua Budaya Organisasi terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan dan proses berpikir suatu organisasi.
Karena lapisan kedua ini melandasi kehadiran visible artifacts, maka lapisan kedualah yang sesungguhnya disebut budaya, sedangkan visible artifacts' merupakan wujud nyata dari budaya organisasi yang berupa nilai-nilai dasar, kepercayaan, asumsi dan sebagainya yang tidak dapat dilihat langsung melalui indera mata kita.
Proses pembentukan sebuah budaya organisasi memang tidak simple. Ada beberapa tahap yang biasanya dilalui dalam pembentukan budaya organisasi.
1. Tahap pertama adalah mencari persepsi-persepsi yang ada dalam perusahaan. Dalam mencari persepsi-persepsi yang ada di dalam perusahaan, diawali dengan mencari core values atau inti dari nilai-nilai yang ada dengan tujuan untuk menyeimbangkan antara persepsi tujuan dan misi organisasi dengan pola kerja anggota. Untuk memperoleh persepsi yang timbul pada anggota organisasi dapat dilakukan antara lain melalui wawancara, penyebaran kuesioner, melakukan survei dan penelitian.
2. Dari hasil pengamatan dan pengkajian pola kerja organisasi yang kemudian diketahui persepsi-persepsi yang ada di dalam perusahaan, maka langkah selanjutnya atau langkah kedua adalah mencari mayoritas persepsi. Caranya dengan mengelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu positif dan negatif, yang dapat disajikan dalam bentuk tabulasi dan daftar yang merupakan rangkuman dari keadaan sebenarnya. Dari daftar inilah dapat dilihat mengenai mayoritas persepsi anggota organisasi.
3. Langkah ke tiga adalah membuat key-words atau kata kunci. Dari daftar yang memperlihatkan mayoritas persepsi dibuatlah rangkaian kata yang menjadi inti dari pembentukan budaya organisasi yang akan disebarkan ke seluruh anggota dan lingkungan organisasi terkait. Setelah key-words itu terbentuk, tentu perlu disosialisasikan kepada seluruh pihak yang berkepentingan di dalam organisasi bersangkutan kan Bu. Untuk mensosialisasikan key-words yang telah terbentuk itu apakah ada strategi-strategi tertentu
4. langkah keempat pembentukan budaya organisasi yaitu menentukan strategi yang akan digunakan dalam mensosialisasikan budaya organisasi. Strategi ini terbagi dua, yaitu strategi bagi publik intern organisasi yang biasanya disebut dengan istilah inhouse campaign atau kampanye di dalam organisasi dan strategi bagi publik luar organisasi disebut dengan outside campaign atau kampanye di luar organisasi. Untuk publik intern yang terdiri dari seluruh karyawan ini inhouse campaign-nya biasanya dilakukan oleh manajer puncak, antara lain dengan menggunakan poster, juga gimmick product, misalnya emblem, gantungan kunci, kalender, t-shirt dan sebagainya. Sedangkan untuk publik ekstern, outside campaign bisa dilakukan dengan cara promosi, publisitas langsung, dengan menggunakan media dan lain sebagainya.
5. Langkah berikutnya atau langkah ke lima adalah menuangkan hasil key-words ke dalam bentuk slogan. Slogan ini dapat berbentuk satu ataupun beberapa kata yang merupakan akronim dari beberapa key-words yang telah disusun. Agar sebuah slogan menarik dan mudah diingat, sebaiknya dibuat ringkas, padat dan penuh makna.
6. Langkah selanjutnya yang merupakan langkah ke enam atau langkah terakhir adalah proses sosialisasi budaya organisasi yang telah terbentuk. Tadi kan telah saya jelaskan bahwa kita sebelumnya sudah harus menentukan terlebih dahulu strategi apa yang akan kita gunakan untuk sosialisasi budaya organisasi, nah sekaranglah waktunya untuk menjalankan strategi yang telah ditentukan sebelumnya itu.
Bagaimana mempelajari sebuah budaya organisasi lapisan kedua yang terdiri dari nilai-nilai dasar, keyakinan, sikap, perasaan dan sebagainya?
Untuk mempelajari sebuah budaya organisasi sebenarnya tidak terlalu sulit. Ini sering ditemui dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada empat cara yang bisa dilakukan dalam mempelajari budaya suatu organisasi:
1. Dengan cerita. Biasanya anggota baru sebuah organisasi akan mendapatkan penjelasan mengenai sejarah berdirinya organisasi, ruang lingkup usaha, siapa saja yang menduduki posisi penting dan sebagainya. Dari sinilah budaya organisasi itu disosialisasikan.
2. Kemudian budaya organisasi suatu organisasi juga dapat dipelajari melalui acara ritual. Misalnya acara pemberian penghargaan bagi anggota organisasi yang berprestasi. Melalui acara tersebut tentu saja diharapkan hadir seluruh anggota organisasi. Biasanya melalui event atau acara seperti ini para anggota organisasi diinformasikan mengenai kriteria berprestasi yang merupakan salah satu tuntutan profesionalisme kerja, dan tentunya merupakan bagian dari budaya organisasi. Acara lainnya seperti darmawisata tahunan yang diprakarsai organisasi dan diikuti oleh seluruh anggotanya juga merupakan salah satu cara untuk lebih mendekatkan anggota sebuah organisasi dengan budaya yang ada.
3. Materi atau barang-barang tertentu bisa menjadi simbol yang menunjukkan budaya sebuah organisasi, seperti pakaian seragam, disain eksterior maupun interior sebuah bangunan atau kantor, dan sebagainya bisa merupakan simbol dari budaya organisasi sebagai ciri khas suatu organisasi.
4. Kemudian cara terakhir dalam memperkenalkan budaya sebuah organisasi adalah melalui bahasa. Saat ini tentu banyak sekali kan berbagai organisasi yang memiliki logo atau motto yang mencerminkan budaya organisasinya.

Sumber referensi : Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto (2015). Komunikasi Organisasi (SKOM4329). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Dasar-dasar Komunikasi Organisasional : Pengertian, Ruang Lingkup, dan Peranan Komunikasi

Juli 05, 2017 Add Comment

Pengertian Komunikasi Organisasional

Secara sederhana, komunikasi organisasi didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi di dalam organisasi. Komunikasi dalam organisasi ini mencakup semua proses verbal dan nonverbal, baik secara linier maupun transaksional. Dari definisi mengenai komunikasi organisasional, terdapat dua konsep utama yang perlu dipahami, yaitu konsep komunikasi dan konsep organisasi.

Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu communicatio. Kata asli dari communicatio adalah communis yang memiliki arti sama (seperti halnya dalam bahasa inggris common). “sama’ di sini maksudnya sama makna dan sama arti. Komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan komunikator dan diterima komunikan. Dengan demikian komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian ide dari sumber kepada penerima dengan tujuan tercapainya tujuan bersama.

Sementara itu organisasi adalah kelompok manusia yang secara sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan bersama tertentu. Dari definisi organisasi ini dapat dilihat beberapa hakikat organisasi, yaitu : pertama, yaitu bahwa organisasi merupakan sebuah sistem yang stabil dan mapan, baik dari segi hukum maupun sosial. Kedua, organisasi merupakan sekumpulan orang yang melakukan kerja sama. Ketiga, dalam suatu organisasi terdapat jenjang atau hierarki kepangkatan atau tungkatan karir. Setiap orang mempunyai tugas dan kewajiban sesuai dengan tingkat kepangkatannya, ada pimpinan dan ada bawahan. Dan keempat, dalam organisasi harus ada tujuan yang hendak dicapai.

Selanjutnya. Sebagai sebuah bidang terapan maka komunikasi organisasi dibangun oleh berbagai disiplin ilmu. Disiplin ilmu yang menonjol sumbangannya bagi komunikasi organisasi adalah psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi dan ilmu politik.


Perspektif dan Teori-teori Komunikasi Organisasional 

Tiga perspektif dalam komunikasi organisasional adalah :

1.    The scientific management school, pandangan mekanistik tentang perilaku manusia dimotivasi secara ekonomi, dan akan merespon maksimum bila penghargaan materi diberikan sesuai dengan prestasi kerjanya.

2.    Human relation school, pendekatan ini berkembang sebagai reaksi terhadap perhatian yang dinilai terlalu berlebihan terhadap faktor-faktor fisik dalam mengukur keberhasilan organisasi. Salah satu asumsi yang sangat prinsipil dari pendekatan ini adalah kenaikan kepuasan kerja akan berakibat lanjut pada kenaikan produktivitas.

3.    System school, perpektif ini menekankan pada fungsi integrasi dan koordinasi pada proses, baik di dalam maupun di antara organisasi. Pendekatan ini dilakukan dengan mengombinasikan unsur-unsur yang baik dari dua pendekatan sebelumnya.


Teori-teori komunikasi organisasi

1.    Weick Theory of organizing, teori menggambarkan bagaimana sebuah benda (noun) “organisasi” dijadikan kata kerja (verb) “Pengorganisasian”. Perhatian teori ini adalah pada interaksi dan simbolisme dalam proses pengorganisasian. Tiga aspek yang menjadi perhatian weick dalam konsep proses pengorganisasian yaitu pemeranan (menghimpun lanjut), seleksi (memasukan seperangkat penafsiran ke dalam bagian yang dihimpun), dan retensi (penyimpanan segmen-segmen yang sudah diinterpretasikan untuk pemakaian pada masa mendatang).

2.    Structuration Theory, teori ini dikemukakan oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog dari Inggris. Fokus utama structuration theory adalah bahwa hubungan antara structure dan agency harus didefinisikan dalam term dualitas struktur. Konsep ini mengemukakan bahwa struktur dihasilkan oleh agen manusia tapi pada waktu yang sama menjadi media di mana agency beroperasi.

3.    The theory of independent mindedness, teori ini menguji keefektifan komunikasi organisasi dengan melihat dua perspektif, yaitu :
a.    Ia memprediksi bahwa tenaga kerja lebih senang kepada supervisor yang memberikan bawahannya kebebasan untuk berekspresi dan menerima konsep diri bawahanya.
b.    Ia memprediksi bahwa tenaga kerja yang mendapat perlakuan seperti ini dari supervisornya akan memberikan keuntungan bagi organisasi karena mereka akan menjadi lebih produktif, lebih nyaman dengan pekerjaannya, dan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi.
Teori ini mengasumsikan bahwa nilai yang dianut oleh masyarakat umum seharusnya diterima dan diterapkan dalam lingkungan kerja.

4.    Uncertainty reduction theory, dikemukanan oleh Berger dan Calabrase pada tahun 1975, dan dilanjutkan oleh Lester pada tahun 1987. Teori ini memusatkan perhatiannya pada proses sosialisasi anggota baru organisasi.

5.    A Theory of organizational Assimilation, Jablin – pakar teori ini – dan rekannya, Miller, mempresentasikan model empat tahap yang lebih memfokuskan perhatiannya pada cara tenaga kerja mempengaruhi organisasi mereka, sebagaimana mereka dipengaruhi oleh organisasi. Empat tahap tersebut adalah :
a.    Vocational socialization
b.    Anticipatory socialization
c.    Encounter
d.    Metamorphosis

Sumber referensi : Jenny Ratna Suminar, Soleh Soemirat, Elvinaro Ardianto (2015). Komunikasi Organisasi (SKOM4329). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Sistem Komunikasi di Timur Tengah

Juni 09, 2017 Add Comment

Filsafat, Agama, dan Sistem Komunikasi

Upaya pemikiran untuk menyatukan antara filsafat dan agama sebagai dasar memahami kebenaran dapat dilakukan dengan cara apologetik melalui kontribusi alasan-alasan filosofisnya dalam membuktikan kebenaran prinsip-prinsip agama dan analisis filsafati. Dua cara ini membutuhkan hal-hal lain dalam menemukan kebenaran bersama, seperti kejernihan hati, toleransi, dan penyamaan visi.

Agama dalam hal mendasar untuk melihat sistem komunikasi berbasis agama harus dipahami atau ditempatkan sebagai suatu ideologi yang tidak berbeda dengan ideologi-ideologi lain yang dikenal di dunia. Basis agama dalam hal ini akan dilihat dari ruang kebebasan berkomunikasi, luasan opini publik, dan kehidupan media massa yang ada di negara pemakainya.

Tataran ideal yang ada dalam ajaran agama jauh lebih daripada paham-paham lainnya. Cinta kasih, kepatuhan pada pencipta dan pemilik dunia, saling menyayangi, penghormatan pada orang tua dapat dijadikan contoh. Agama mencoba mengajarkan kehidupan secara menyeluruh sedangkan paham-paham yang lain relatif bekerja pada tingkat kehidupan bernegara yang bersumber pada kesepakatan masyarakat yang tinggal di wilayah negara itu.

Sumber utama untuk agama adalah kitab suci yang dimiliki masing-masing agama, seperti Injil, Al-Quran, Weda, dan Tripitaka. Pemeluk agama menempatkan dan menjadikan kitab suci mereka sebagai acuan untuk menjalani kehidupan dan menjadikan kebenaran di dalamnya sebagai dasar. Pada agama-agama tertentu sumber utama ini didukung oleh sumber-sumber yang lain seperti perkataan dan tindakan para nabi yang dalam agama Islam disebut dengan Sunnah.

Dengan dasar perbedaan kitab suci dan sumber-sumber lain, upaya untuk mendiskusikan kebenaran atas dasar rasionalitas filsafati menjadi sulit dilakukan secara maksimal. Namun, sistem komunikasi berbasis agama bukan sesuatu yang mustahil dalam masyarakat dengan agama yang berbeda, atau di dunia dengan sejumlah ajaran agama, sepanjang ada kejernihan hati, toleransi dan penyamaan visi untuk melihat secara utuh penerapan sistem komunikasi berbasis agama ini.



Sistem Komunikasi Berbasis Ajaran Agama : Kasus Timur Tengah

Meskipun kekentalan agama di wilayah Timur Tengah dapat diterima sebagai suatu kenyataan, upaya untuk memahami system komunikasi Negara-negara di wilayah itu harus memerlukan pencermatan yang tepat. Hal ini terkait dengan system pemerintahan yang diberlakukan di sejumlah Negara di Timur Tengah yang berbeda-beda, kestabilan kawasan yang ada di Timur Tengah, serta gangguan instabilitas dari factor eksternal di Timur Tengah.

Kebebasan berkomunikasi dalam system komunikasi berbasis agama sangat potensial terbatasi oleh kepentingan kerajaan, persatuan emir, dn pemerintahan republic. Pada tingkat ini, system komunikasi yang berlangsung akan cenderung menjadi authoritarian. Konsekuensinya, akan muncul kontroversi tentang hakikat dari kebebasan berdasar ajaran agama dan kebebasan berdasar system pemerintahan yang diberlakukan. Apabila hanya mengacu pada system pemerintahan maka system pertimbangan bahwa di kawasan Timur Tengah, warna agama terasa kental, system komunikasi authoritarian ini tidak menjadi bersifat mutlak.

Perbedaan kebebasan komunikasi dalam system komunikasi berbasis agama dengan system komunikasi yang lain dapat dijelaskan sebagai berikut. Kebebasan dalam system komunikasi authoritarian lebih dikuasai oleh penguasa, sedangkan dalam system komunikasi berbasis agama tidak semata-mata terkooptasi oleh kepentingan penguasa karena penguasa dibatasi oleh ajaran agama yang dianutnya. Kebebasan komunikasi dalam system komunikasi berbasis agama pun tidak lantas berubah menjadi suatu kebebasan libertarian karena kebebasannya tetap diikat oleh ajaran agama. Kebebasan versi tanggung jawab social tidak sekadaar berhenti pada terpenuhinya tanggung jawab social, namun juga telah disertai dengan tanggung jawab yang harus diserahkan kembali pada Allah.

Dinamika atau berkembangnya opini public di Negara-negara yang menjalankan system komunikasi berbasis agama berbeda dengan sistem komunikasi autoritarian dan sistem komunikasi komunis. Perbedaan terpulang bahwa pada dasarnya opini public dalam system komunikasi berbasis agama dimungkinkan muncul dari penggunaan kebebasan yang kebebasannya itu dipertanggungjawabkan kepada Allah. Persamaan terletak pada adanya ragam kebebasan yang menggiring dan mendasari munculnya opini public.

Kehidupan media massa dalam sistem komunikasi berbasis agama utamanya saat kawasan itu berkonflik dengan dunia barat dapat dilihat dari jenis isi pesan yang ada pada media massa. Pertama, distribusi informasi ke arah dalam yang dilakukan media massa pada inti tujuannya adalah untuk memberi informasi kepada warga negaranya sendiri. Kedua, arah distribusi informasi ke luar selain dipakai untuk melakukan counter propaganda ke negara-negara barat juga dimaksudkan untuk memberi informasi kepada pihak lain dengan menghadirkan isi informasi menurut versi mereka. Ketiga, distribusi informasi produk dari sistem komunikasi di negara-negara Timur Tengah digunakan untuk mempengaruhi negara atau pihak lain yang sebenarnya bersikap netral dalam kasus atau konflik yang terjadi.



Kekuatan dan Kelemahan Sistem Komunikasi Berbasis Ajaran Agama

Kekuatan dan kelemahan suatu system komunikasi berbasis agama terletak pada nilai-nilainya yan ideal, yang dalam pelaksanaannya tidaklah semudah seperti yang ada dalam kandungan isi ideology itu. Kekuatan paling nyata terlihat dari hal-hal baik yang nyaris tanpa cela, sedangkan kelemahan utama terletak pada segala kesulitan untuk merealisasikannya.

Segala bentuk pemaksaan sebenarnya bertentangan dengan hakiki kebebasan. Jika agama lebih mendasarkan pada unsure kerelaan dan keyakinan maka keterpaksaan harus benar-benar tidak ada sehingga purifikasi system komunikasi berbasis agama merupakan suatu pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kelemahan paling mendasar dalam system komunikasi berbasis agama adalah bila terjadi claim kebenaran atau malah claim sebagai yang paling benar atas interpretasi atau tafsir ajaran agama. Sebagai sesuatu yang bersifat serba baik, system komunikasi berbasis agama adalah suatu system ideal bagi sejumlah Negara yang merindukan suasana agamis dalam kehidupan social dan politiknya. Dasar inilah yang kerap menjadikan sejumlah kelompok agama kemudian tidak mengikuti aliran alamiah ajaran agama melainkan justru memaksakan tafsir kelompoknya.

Kelemahan lain dari system komunikasi berbasis agama adalah dalam hal sustainibilitas. Gerakan agar kepentingan kelompok tidak dirugikan di satu sisi dan gerakan agar kekuasannya tidak terganggu di sisi lain akan membuat keberlangsungan system komunikasi berbasis agama senantiasa rentan pada hal-hal yang ada di dalam dan di luar system itu  sendiri.

Kekuatan system komunikasi berbasis agama dapat dilihat dari kemampuan agama mengatasi persoalan kemajemukan masyarakat. Orientasi masing-masing kelompok dapat dipersatukan oleh sensivitas mereka pada agama meskipun hal ini pula yang paling memungkinkan beragam bentuk penggunaan kepentingan yang lain dengan klasifikasi balutan agama.





Sumber referensi : Prajarto, Nunung (2016). Perbandingan Sistem Komunikasi (SKOM4434). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka