Loading...
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan

Sistem Sosial, Sistem Politik dan Sistem Komunikasi

Juni 03, 2017 Add Comment

Sistem Sosial

Keberadaan system social, system politik dan system komunikasi, memiliki fungsi tersendiri dalam menjalankan serangkaian norma yang berbeda satu dengan lainnya. Sistem social menjalankan serangkaian tatanan yang mengoptimalkan seluruh elemen masyarakat menuju fungsi-fungsi integrasi. Menurut parson, di dalam masyarakat terdapat empat struktur yang penting berdasarkan fungsi-fungsi AGIL. Pertama, subsistem ekonomi adalah subsistem yang menjalankan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternalnya melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi. Kedua, system politik melaksanakan fungsi pencapaian tujuan system social dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi actor serta sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan. Ketiga, system fiduciary (sekolah, keluarga) menangani fungsi pemeliharaan pola (latensi) dengan menyebarkan kultur (norma dan nilai) kepada actor sehingga actor menginternalisasikan kultur itu. Keempat, fungsi integrasi dilaksanakan oleh komunitas kemasyarakatan (contoh hukum), yang dilakukan dengan atau berusaha mengoordinasikan berbagai komponen masyarakat.

Dirumuskan pula oleh Parson sejumlah persyaratan fungsional dari system social. Pertama, system social harus terstruktur (ditata) sedemikain rupa sehingga bisa beroperasi dalam hubungan yang harmonis dengan system lainnya. Kedua, untuk menjaga kelangsungan hidupnya, system social harus mendapat dukungan yang diperlukan dari system yang lain. Ketiga, system social harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, system harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, system social harus mampu mengendalikan perilaku anggotanya. Keenam, apabila konflik akan menimbulkan kekacauan, harus dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, system social memerlukan bahasa. Dalam system social, sosialisasi dan control social adalah mekanisme utama yang memungkinkan system social mempertahankan keseimbangannya.

Sistem social dalam masyarakat yang dinamis ditandai oleh kehandalan masing-masing subsitem dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan system. Dalam system social, para penganut teori konflik berpendapat bahwa masyarakat bisa terintegrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan diantara berbagai kelompok. Integrasi social akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas territorial, nilai-nilai, norma-norma dan pranata-pranata social. Konflik-konflik yang terjadi secara vertikal dan horisontal dalam masyarakat Indonesia menunjukkan kekomplekan integrasi dalam masyarakat Indonesia.



Sistem Politik

Secara umum, sistem politik sangat terkait dengan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, antara lain berupa proses pembuatan keputusan dalam negara. Robert A Dahl, merumuskan bahwa sistem politik merupakan pola hubungan manusia yang bersifat konstan, di mana di dalamnya melibatkan kontrol, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan. David Easton lebih melihat bahwa sistem politik merupakan sistem yang bagian-bagiannya bekerja untuk melakukan pengalokasian nilai. Alokasi nilai ini bersifat memaksa, dan mengikat seluruh masyarakat. Menurut Easton, kehidupan politik sebagai jalinan interaksi tingkah laku manusia sebagai suatu system.

Terdapat 6 jenis kemampuan yang perlu dimiliki oleh setiap system politik, yaitu kapabilitas system politik yang bersifat ekstraktif terkait dengan kemapuan untuk mengelola sumber-sumber sumber daya; sifat regulative terkait dengan kemampuan system politik untuk mengendalikan atau mengatur tingkah laku individu-individu ataupun kelompok individu yang ada dalam system politik; kapabilitas system politik yang bersifat distributuf merupakan kemampuan suatu system politik untuk mengalokasikan atau mendistribusikan sumber-sumber material dan jasa-jasa kepada individu ataupun kelompok yang ada dalam masyarakat; kapabilitas system politik yang bersifat simbolik berkait dengan kemampuan system politik untuk mengalirnya symbol-simbol dari suatu system politik ke dalam lingkungannya maupun keluar dari lingkungannya; kapabilitas system politik yang bersifat responsive berkait dengan kemampuan system politik untuk menanggapi tuntutan-tuntutan, tekanan-tekanan atau dukungan-dukungan yang berasal dari lingkungan dalam maupun luar; kapabilitas system politik yang bersifat domestic dan internasional adalah kemampuan system politik dalam memperlihatkan keberadaannya secara domestic ataupun internasional.

Dua kutub yang sering kali didiskusikan saat membicarakan mengenai system politik di dunia in, di  antaranya system politik demokrasi dan system politik otokrasi. Pada akhirnya system politik akan mempengaruhi system komunikasi yang dikembangkan di masing-masing Negara.



Sistem Komunikasi

Terkait dengan system komunikasi, tema utama yang mendapat perhatian adalah isu-isu komunikasi nonmedia ataupun bermedia dalam struktur komunikasi masyarakat. Kajian ini menjelaskan mengenai bagaimana struktur nonmedia dalam masyarakat yang menjadi saluran-saluran komunikasi. Misalnya, dalam proses input pada system politik media social apa saja yang digunakan dalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan social semacam arisan ataupun kesenian-kesenian rakyat bisa menjadi contoh saluran komunikasi nonmedia yang hidup dan bertumbuh dalam masyarakatnya.

Untuk system komunikasi bermedia, diskusi terarah pada system pers cetak dan media penyiaran yang dikembangkan dalam masyarakat. System media biasanya meliputi harapan dan idealisme yang tumbuh di masyarakat tentang pemfungsian pers di satu sisi dan tujuan-tujuan masyarakat yang bisa dioptimalkan melalui optimalisasi media.

System komunikasi media dalam hal ini pers bisa dibedakan karakteristiknya dari satu Negara ke Negara lainnya. McQuail, mengklasifikasikannya berdasar pada ragam tingkatan dari otonomi media di antaranya, fungsi kolaboratif, fungsi surveillance, fungsi fasilitator, dan fungsi kritis/dialetik. Sistem komunikasi khususnya yang terkait dengan  pers, dibedakan oleh Siebert, Peterson, dan Schramm dalam 4 model, yaitu pers otoritarian, pers libertarian, pers tanggung jawab social, dan pers Soviet komunis. Kategorisasi ini sangat kental diwarnai oleh pengaruh system politik yang berlaku di masing-masing Negara. Implikasinya system komunikasi yang dikembangkan akan berbeda-beda. Terkait dengan system penyiaran, Donald R Brown menggunakan 5 elemen dasar yang nilainya akan memepengaruhi system komunikasi. Dalam hal ini, system penyiaran yaitu factor geografi, demografi/linguistic, budaya, ekonomi, dan politik. Dalam konteks yang sama terkait dengan system penyiaran, penulis lainnya Tomas Coppens, Leen d’Haenens, dan Frieda Saey lebih menekankan bahwa system penyiaran lebih dipengaruhi oleh keputusan-keputusan yang bersifat politis dan ketentuan-ketentuan formal lainnya.



Sumber referensi : Prajarto, Nunung (2016). Perbandingan Sistem Komunikasi (SKOM4434). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka


Pendekatan dalam Perbandingan Sistem Komunikasi

Juni 02, 2017 Add Comment

Pendekatan Sistemik

Perbandingan system komunikasi dengan menggunakan pendekatan sistemik akan lebih berfokus pada pembahasan mengenai perbandingan dari elemen-elemen system komunikasi antara satu system komunikasi tertentu dengan system komunikasi lainnya. System komunikasi dengan pendekatan sistemik berbasis pada model komunikasi ala Shannon dan Weaver tahun 1956 yang menggambarkan bahwa system komunikasi terdiri dari beberapa elemen yang penting di antaranya information, source, transmitter, signal, noise, received signal, receiver dan destination.

Dalam teori system structural-fungsional oleh Talcott Parsons, fungsi dipahami sebagai akibat dari kemampuan sebuah system beradapatasi dengan lingkungannya. Melalui kemampuan inilah keberlangsungan system akan terjamin. Singkatnya konsep fungsi penting bagi kedinamisan dan keberlangsungan sebuah system.

Model fungsional-struktural sebagai kritik pada model teori sistem struktural-fungsional ala Parsons. Dalam model ini, konsep fungsi mengalami pemaknaan yang secara radikal berubah Luhmann mendefinisikan fungsi menjadi lebih abstrak. Fungsi bukanlah sebuah seni dari hubungan kausal, melainkan hubungan kausal merupakan penerapan dari tatanan fungsional. Sebuah sistem menurut Luhmann pada awalnya akan terbentuk jika ia mampu menyelesaikan problem tertentu. Hakikat problem dalam konteks ini, adalah adanya perbedaan antara sistem dengan lingkungannya (difernsiasi sistem) yang memaksa sistem agar membentuk suatu struktur pemecahan masalah untuk dapat mempertahankan keberadaannya. Dalam model ini, sistem tidak hanya berfungsi adaptif, tetapi secara struktural berorientasi pada lingkungannya. Tanpa lingkungan, sistem tidak dapat bertahan hidup. Sistem memiliki suatu mekanisme untuk melakukan reduksi kompleksitas melalui pembentukan struktur agar batas dirinya dengan lingkungannya tetapi stabil. Struktur tidak lagi statis, melainkan sangat dinamis, agar dapat secara jitu menghasilkan proses pemecahan masalah.

Istilah autopoesis (selfreferential) merupakan istilah dalam teori system yang menggambarkan bahwa elemen-elemen dalam system social secara primer beroperasi dalam system yang tertutup dan memelihara hubungan dengan lingkungannya (keterbukaan) melalui hubungan timbal balik structural atau interpenetrasi. Istilah interpenetrasi adalah pandangan bahwa system dan lingkungannya cenderung terbuka dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Diantara system dalam masyarakat tidak ada pemisahan, melainkan pertukaran yang teratur melalui hubungan yang khusus.



Pendekatan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia

Pendekatan demokrasi dan HAM sangat kental membahas mengenai bagaimana nilai-nilai demokrasi dan penegakan HAM mempengaruhi sistem komunikasi yang dikembangkan. Dalam hal ini, serangkaian prakondisi dan faktor-faktor penentu bagi sebuah media yang demokratis dan mendukung penegakan HAM menjadi kajian inti.

Sistem komunikasi yang dilihat dari pendekatan demokrasi dicirikan oleh sifat sistem komunikasi yang menjunjung karakter konstitusional yaitu bahwa dalam negara demokratis segala aturan main dirumuskan dalam aturan-aturan konstitusi sehingga segala sesuatu mendapatkan jaminan kepastian hukum, partisipatoris, yaitu bahwa seluruh elemen masyarakat diharapkan berpartisipasi aktif dalam keputusan-keputusan penting dalam masyarakat. Ketiga sifat rational choice yaitu bahwa pengambilan keputusan oleh masyarakat haruslah didasarkan pada pilihan-pilihan yang bersifat rasional.

Terdapat lima fungsi dasar yang diidealkan, yaitu pertama, media harus menginformasikan pada warganya mengenai apa yang terjadi di sekitar lingkungannya (fungsi ini disebutkan sebagai fungsi media surveillance dan monitoring). Kedua, media harus mendidik dalam arti memberikan pemaknaan yang signifikan terhadap fakta tertentu. Ketiga, media harus menyediakan sebuah arena bagi wacana politik, memfasilitasi format opini publik dan melayani proses umpan balik bagi masyarakat. Peran keempat, memberikan ruang publisitas pada institusi pemerintah ataupun institusi politik. Kelima, media dalam masyarakat demokratis menjalankan fungsi advocacy atau pembelaan terhadap fungsi politik tertentu.

Dalam pendekatan hak-hak asasi manusia sistem komunikasi dikembangkan sedemikian rupa sehingga berbagai pandangan politik baik yang berkeinginan untuk melenyapkan demokrasi ataupun yang menyuburkan nilai demokrasi tumbuh seiring dalam masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sistem media dikembangkan dalam konteks peran bahwa media tidak suci dan para penulis tidak secara otomatis mempunyai etika yang lebih tinggi dari politikus. Pemberitaan yang objektif serta komentar yang kritis merupakan sumbangan wartawan yang terbesar pada pengembangan hak-hak asasi manusia. Wartawan diharapkan berperan seprofesional mungkin sehingga kebebasan pers dapat dimaknai sedemikian rupa.



Sistem Komunikasi dari Pendekatan Ideologi dan Kultural

Dalam pendekatan ideologi dan kultural sistem komunikasi dipandang dalam sebuah posisi yang diwarnai secara kental oleh aspek ideologi dan budaya yang dipilih dan dikembangkan oleh sebuah sistem sosial kemasyarakatan. Ideologi tertentu akan menyuburkan nilai-nilai budaya tertentu dan akan mempengaruhi nilai-nilai komunikasi yang dikembangkan dalam masyarakat.

Pendekatan ideologi dan kultural lebih menekankan pada pembahasan mengenai sistem komunikasi yang akan sangat dipengaruhi oleh nilai bersama yang dipercayai dan dianut dalam masyarakat. Pilihan ideologi dalam sebuah masyarakat akan menentukan bentuk komunikasi yang dikembangkan. Contoh yang menyolok adalah bahwa ideologi komunis akan mengembangkan sistem komunikasi yang tertutup dan satu arah demi kepentingan penguasa, sedangkan ideologi liberal akan mengembangkan sistem komunikasi  yang terbuka dan bersifat dua arah.

Membicarakan sistem komunikasi berbasis pada pendekatan kultural lebih menekankan pada sistem budaya yang ditumbuhkan dalam masyarakat. Budaya menjalankan fungsi latensi yang menjalankan pemeliharaan tatanan norma dalam masyarakat sehingga masyarakat tetap utuh dan terintegrasi satu dengan lainnya. Sistem komunikasi dalam pendekatan kultural membahas mengenai bagaimana sistem komunikasi dibangun untuk mensosialisasikan nilai-nilai bersama dalam masyarakat. Misalnya, dalam isu komunikasi pembangunan sistem komunikasi yang ingin direalisasikan adalah sebuah sistem yang mampu secara optimal menekankan nilai-nilai pemersatu bagi sebuah negara-bangsa (nation-state) dan secara kritis menilai nilai-nilai yang ditawarkan dalam media transnasional yang belum tentu sesuai dengan terwujudnya nilai bersama.



Sumber referensi : Prajarto, Nunung (2016). Perbandingan Sistem Komunikasi (SKOM4434). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Perbandingan Sistem serta Hubungan antara Sistem Komunikasi, Sistem Sosial, dan Sistem Politik

Juni 01, 2017 Add Comment

Sistem dan Kepentingan

Perbedaan sistem komunikasi dapat dipengaruhi oleh kepentingan apa yang mewarnai sebuah sistem, selanjutnya hal ini akan dapat dilihat dari struktur dan tatanan nilai yang akan mewarnai sistem komunikasi yang sedang dijalankan.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa sistem komunikasi jika dipetakan berdasarkan kepentingan yang mewarnainya bisa dikategorikan dalam beberapa paradigma, diantaranya paradigma liberal-individualis (liberal-individualist paradigm) yang lebih berorientasi pada kepentingan pasar yang akan memberikan layanan optimal pada hal-hal yang diinginkan oleh masyarakat, paradigma tanggung jawab sosial (social responsibility paradigm) yang menekankan pada kepentingan komunitas yang sangat kuat.

Paradigma kritis (critical paradigm) yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Dalam hal ini, dibayangkan bahwa sistem komunikasi yang direkayasa secara sepihak oleh kelompok dominan baik itu pemerintah ataupun pasar akan menimbulkan hegemoni yang tak sehat pada pihak yang dikooptasi, dalam hal ini masyarakat.

Paradigma administratif (administrative paradigm) yang berorientasi pada kepentingan-kepentingan penguasa ataupun kelompok teknokrat yang biasanya juga seiring dengan kepentingan pasar. Dalam paradigma ini sistem komunikasi sangat menunjukan dominasi kepentingan penguasa memiliki kekuatan otoritatif yang sangat kuat.

Pada akhirnya paradigma negoisasi budaya (cultural negotiation pardigm) yang menekankan pada kepentingan-kepentingan yang sangat dominan dan menonjol adalah kepentingan komunitas yang menjadi bagian yang sangat kuat dalam gerakan masyarakat sipil.



Suprastruktur, Infrastruktur, dan Penataan Nilai

Seluruh kepentingan ini akan terwujud dalam penataan struktur baik supra dan infrastruktur serta penataan nilai yang berkembang dalam sistem komunikasi. Struktur yang biasanya digunakan dalam pengembangan sebuah sistem komunikasi, diantaranya komunikasi informal tatap muka, struktur sosial tradisional (hubungan dalam keluarga dan kelompok-kelompok agama), struktur pemerintahan (output politik legislatif dan birokrasi), struktur input politik (partai politik ataupun kelompok penekan), serta struktur media massa.

Penataan nilai memberikan warna terhadap sistem komunikasi yang dikembangkan dan akan sangat berorientasi pada tujuan sistem yang ingin dicapai, misalnya dalam sistem komunikasi yang berparadigma individualis dan lebih menekankan pada kepentingan pasar maka penataan nilai yang akan mewarnai adalah berkait dengan nilai-nilai yang mempercepat pencapaian tujuan sistem kapitalis. Demikian pula dalam sistem komunikasi yang berorientasi pada kepentingan pemerintah maka sistem komunikasi yang dikembangkan akan mewarnai oleh penataan nilai berorientasi pada kepentingan para pengambil kebijakan.

Penataan nilai terkait juga dengan penegakan serangkaian tatanan sosial dan solidaritas dalam masyarakat sangat kompleks. Terdapat beberapa nilai-nilai tertentu yang coba diwujudkan dalam sistem komunikasi yang dikembangkan. Khususnya untuk komunikasi yang bermedia maka beberapa hal dibawah ini dapat dilihat sebagai contohnya: media seharusnya berperan sebagai saluran komunikasi dan memberikan dukungan positif bagi terwujudnya keharmonisan masyarakat, berkontribusi pada integrasi sosial tidak melecehkan kekuatan hukum dan tatanan sosial. Berkait dengan masalah moral khususnya berkait dengan masalah pornografi, seks, dan kekerasan, media seharusnya memahami apa yang diterima secara luas oleh publik dan menghindari pelanggaran norma oleh publik. Pada konteks inilah, para profesional di bidang media berusaha untuk menciptakan standar profesional sebagai respons terhadap harapan masyarakat khususnya pada peran dan fungsi media. Standar profesional juga merupakan respons terhadap tekanan regulasi pemerintah.



Komunikasi dan Hubungan Antarsistem

Secara lebih luas sistem komunikasi akan sangat erat berelasi dengan sistem sosialnya, sekaligus dengan sistem politiknya. Pada titik inilah, lahir kajian sistem komunikasi sosial dan sistem komunikasi politik.

Sistem komunikasi sosial berperan penting dalam menjamin terintegrasinya masyarakat dalam pencapaian tujuan bersama. Sistem sosial yang sehat terjadi apabila sistem komunikasi mampu menghubungkan antara fungsi-fungsi subsistem dalam masyarakat, di antaranya relasi antara sistem politik, sistem ekonomi, dan sistem budaya. Itulah sebabnya maka sistem komunikasi sering disebut sebagai bloodlife yang menjamin berjalannya sistem sosial.

Beberapa konsep penting terkait dengan komunikasi social adalah identitas. Identitas bermakna kesatuan atau kesamaan. Kita membentuk opini berdasarkan persamaan dan perbedaan antara diri kita dan yang lain. System komunikasi baik melalui media maupun nonmedia sangat berperan penting dalam pembentukan identitas. Berkait dengan representasi social terkait dengan fenomena bahwa media massa berperan penting dalam memberikan ruang untuk merepresentasikan komunitas-komunitas social yang ada dalam masyarakat dengan tujuan untuk mereflesikan dan memelihara keberlangsungan identitas dan format kelompok-kelompok social yang ada dalam masyarakat. Pada titik inilah media menjadi arena persaingan antar kelompok untuk dapat dihadirkan dan direpresentasikan dalam media. Komunikasi politik terkait dengan hubungan antara sistem komunikasi dan sistem politik. Tema utama yang dibahas adalah bagaimana sistem komunikasi dibangun mulai dari bagaimana masyarakat menyampaikan pendapatnya yang berupa tuntutan dan dukungan (demand) dan Support) kepada infrastruktur politik. Di dalamnya terdapat elemen-elemen partai politik, media, kelompok kepentingan dan kelompok penekan, hingga masuk pada elemen suprastruktur politik (kelompok legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang mengolahnya menjadi output yang berupa kebijakan atau kebijaksanaan tertentu.

Dalam masyarakat demokratis, sistem komunikasi politik bersifat horisontal di mana kelompok-kelompok infrastruktur politik dan suprastruktur politik memiliki posisi yang seimbang sehingga komunikasi bersifat setara. Hal ini sangat berbeda dengan sistem komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat otoritarian dimana komunikasi bersifat vertikal dari atas ke bawah dengan peran partai yang sangat dominan. Masyarakat dianggap audience pasif yang menjadi objek proses komunikasi. Masyarakat hanya menerima instruksi dan doktrin dari pemerintah dan tidak memiliki hak untuk mempengaruhi hasil kebijakan yang akan diambil. Dengan melihat beberapa ciri dari masyarakat demokratis yang seperti ini maka sistem komunikasi politik menjadi sangatlah penting untuk menjamin terealisasinya sistem politik demokratis. Dalam rangka pemahaman yang semacam ini isu yang didiskusikan dalam konteks komunikasi politik banyak terkait dengan media dan demokratisasi, teori agenda setting hingga teori framing (pembingkaian media).


Sumber referensi : Prajarto, Nunung (2016). Perbandingan Sistem Komunikasi (SKOM4434). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

Rangkuman Komunikasi Massa 1

April 22, 2017 Add Comment
Pengertian dan Karakteristik Komunikasi Massa

Pengertian Komunikasi Massa

Banyak definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh para ahli komunikasi yang masing-masing merumuskan definisinya dengan menggunakan istilah yang berbeda untuk menunjuk pada ciri komunikasi massa yang sama. Tetapi keragaman istilah tersebut sesungguhnya semakin memperjelas pengertian serta luas lingkup komunikasi massa karena masing-masing definisi saling melengkapi satu sama lain.

Dari sekian banyak definisi komunikasi massa yang dikemukakan para ahli maka rangkuman yang lebih tepat diketengahkan adalah definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Jalaluddin Rakhmat, yakni komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Karakteristik Komunikasi Massa

Komunikasi massa berbeda dengan bentuk komunikasi antarpersona dan kelompok, baik dalam proses maupun dalam hal sifat-sifat komponennya. Karakteristik komunikasi massa adalah perwujudan dari kelebihan dan kekurangannya yang meliputi hal-hal berikut ini.
1. Komunikator terlembagakan karena dalam menyampaikan pesannya, komunikator harus bekerja sama dengan pihak-pihak yang ada pada lembaga media massa yang bersangkutan.
2. Pesan bersifat umum karena pesan ditujukan pada sebanyak-banyaknya orang, dan tidak ditujukan pada sekelompok orang tertentu; isi pesannya pun harus memenuhi kriteria penting atau menarik bagi sebagian besar komunikan.
3. Komunikannya bersifat anonim dan heterogen karena komunikator tidak mengenal komunikannya yang berjumlah relatif banyak dan tersebar serta memiliki berbagai perbedaan (heterogen), seperti perbedaan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lain-lain.
4. Media massa menimbulkan keserempakan karena pesan yang sama dapat diterima dalam waktu yang sama oleh sejumlah besar komunikan yang tersebar.
5. Komunikasi massa lebih mengutamakan unsur isi dari pada unsur hubungan karena komunikator dan komunikan hubungannya bersifat non-pribadi sehingga tidak perlu terjalin hubungan yang akrab. Namun, yang terpenting adalah pesan perlu disusun secara berstruktur dan mengikuti sistematika tertentu agar dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan.
6. Komunikasi massa bersifat satu arah sehingga feedback-nya bersifat tertunda (delayed).

Proses dan Model-model Komunikasi Massa


Kegiatan Belajar 1
Pengertian Proses Komunikasi Massa

Komunikasi merupakan suatu proses. Oleh karena itu, berlangsungnya komunikasi memerlukan beberapa komponen/unsur komunikasi. Komponen/unsur adalah bagian-bagian yang terpenting dan mutlak harus ada pada suatu kesatuan atau keseluruhan. Komponen-komponen tersebut, antara lain komunikator, pesan, media, komunikan, efek, dan umpan balik.
Proses komunikasi massa adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti, dilakukan melalui saluran/channel yang biasanya dikenal sebagai media printed (press), media auditif (radio), media visual (gambar, lukisan) atau media audio visual (televisi dan film).
Untuk lebih memahami proses komunikasi massa secara sederhana, tetapi tidak menghilangkan arti sesungguhnya dari suatu proses yang sangat kompleks maka diketengahkan formula dari Harold D. Lasswell, yaitu Who - Say What - In Which - To Whom - With What Effect?
Konsep formula Lasswell tersebut dikaji melalui pendekatan linier sehingga dapat diketahui komponen-komponen dan jenis-jenis studi dari setiap komponen.

Kegiatan Belajar 2
Model-model Komunikasi Massa

Penelitian komunikasi dengan menggunakan media massa akhir-akhir ini mendapat perhatian yang serius, baik dari para teoretisi maupun dari para praktisi. Mereka melakukan penelitian-penelitian tentang pengaruh media massa terhadap berbagai kehidupan masyarakat. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa model komunikasi massa yang dapat menggambarkan struktur dari sebuah fenomena. Model-model komunikasi massa tersebut adalah sebagai berikut.
Model jarum hipodermik yang beranggapan bahwa media massa dapat menimbulkan efek yang kuat, terarah, segera dan langsung pada khalayaknya. Model komunikasi satu tahap yang merupakan pengembangan dari model jarum hipodermik. Model berikutnya adalah model komunikasi dua tahap yang memandang massa (khalayak) sebagai individu-individu yang aktif berinteraksi. Model banyak tahap ini merupakan gabungan dari model-model komunikasi massa yang lainnya. Model komunikasi banyak tahap menyatakan bahwa "lajunya komunikasi dari komunikator kepada komunikan terdapat sejumlah relay yang berganti-ganti".
Model komunikasi lain yang dibahas adalah model Melvin De Fleur, model Bruce Westley dan Malcolm McLean serta model HUB. Ada 3 metode utama yang dapat digunakan untuk mengukur kepemimpinan pemuka pendapat, yang sering dimanfaatkan dalam penelitian komunikasi, yakni socio-metric method, informant's rating, dan self designating method. Adapun karakteristik pemuka pendapat dapat dilihat dari:
1. pendidikan formalnya;
2. status sosial serta status ekonominya;
3. mempunyai kemampuan emphatic yang tinggi.

Untuk menemukan opinion leader/pemuka pendapat di tengah-tengah masyarakat, ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Wilbur Schramm, yaitu revore study, decatur study, dan drug study.


Komunikator, Simbol, dan Makna


Kegiatan Belajar 1
Komunikator, Simbol, dan Makna

Komunikator komunikasi massa pada media cetak adalah para pengisi rubrik, reporter, redaktur, pemasang iklan, dan lain-lain, sedangkan pada media elektronik, komunikatornya adalah para pengisi program, pemasok program (rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter, personel teknik, perusahaan periklanan, dan lain-lain.
Karakteristik komunikator komunikasi massa terdiri dari institutionalized, costliness, competitiveness, dan complexity. Sementara menurut Hovland, ethos komunikator itu dilihat dari credibility, yang terdiri dari expertise dan trustworthiness.
Komponen komunikasi massa setelah komunikator adalah code dan content. Code adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan, sedangkan content merujuk kepada pemberian makna (penafsiran) terhadap pesan komunikasi.

Kegiatan Belajar 2
Gatekeeper dan Regulator

Gatekeeper dalam media massa terdiri dari beberapa pihak, diantaranya penerbit majalah, editor surat kabar, manager stasiun radio siaran, produser berita televisi, produser film, dan lain-lain. Pada umumnya, stasiun televisi juga memiliki tim Quality Control (QC) untuk menyeleksi isi pesan komunikasi. Stasiun televisi Anteve mempunyai tim QC lebih dari 10 orang. Mereka bertugas secara bergilir selama 24 jam untuk menyeleksi pesan terutama yang berbentuk film dan sinetron. Fungsi gatekeeper adalah untuk mengevaluasi isi media agar sesuai dengan kebutuhan khalayaknya. Yang terpenting adalah gatekeeper mempunyai wewenang untuk tidak memuat berita yang dianggap akan meresahkan khalayak. Sebagai contoh, yaitu seorang gatekeeper tidak akan menurunkan berita yang mengundang SARA.
Peran regulator hampir sama dengan gatekeeper, namun regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator dapat menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tetapi ia tidak dapat menambah atau mengurangi informasi, dan bentuknya hampir seperti sensor.
Sementara di Indonesia, yang termasuk kategori regulator diantaranya adalah pemerintah dengan perangkat undang-undangnya, khalayak penonton, pembaca, pendengar, asosiasi profesi, Lembaga Sensor Film, Dewan Pers yang mengatur media cetak, dan Komite Penyiaran Indonesia (KPI) untuk media elektronik. Undang-undang produk pemerintah di Indonesia untuk media massa diantaranya adalah Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-undang Penyiaran. Asosiasi profesi memberikan regulasi berupa kode etik sesuai dengan profesi masing-masing.

Kegiatan Belajar 3
Khalayak, Filter, dan Umpan Balik

Melvin DeFleur dalam bukunya, Theories of Mass Communication mengemukakan 4 teori efek media terhadap khalayaknya.
1. The individual differences theory.
2. The social categories theory.
3. The social relationship theory.
4. The cultural norm theory.

Lima karakteristik khalayak komunikasi massa adalah berikut ini.
1. Khalayak biasanya terdiri atas individu-individu yang memiliki pengalaman yang sama.
2. Khalayak berjumlah banyak.
3. Khalayak bersifat heterogen.
4. Khalayak bersifat anonim.
5. Khalayak biasanya tersebar, baik dalam konteks ruang dan waktu.

Filter boleh juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “saringan”. Pengindraan kita yang berfungsi sebagai filter komunikasi dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu cultural, psychological, dan physical.
Sering kali, perbedaan budaya mengakibatkan adanya perbedaan persepsi terhadap suatu pesan. Kita pun membentuk persepsi berdasarkan kerangka acuan (frame of reference) kita, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman, dan lain-lain. Hal lain yang dapat memengaruhi filter adalah kondisi fisik. Rasa sakit dapat memengaruhi pengindraan kita sehingga penglihatan dan pendengaran kita sedikit terganggu. Ruangan yang terlalu panas, terlalu dingin atau terlalu bising, juga dapat mengganggu penyaringan pesan.
Feedback adalah respons atau tanggapan yang diberikan khalayak kepada komunikan komunikasi massa. Beberapa karakteristik feedback adalah representatif (representative), tidak langsung (indirect), tertunda (delayed), kumulatif (cumulative), dan terlembagakan (institutionalized).



Riset Komunikasi Massa

April 21, 2017 Add Comment
A.  Riset Khalayak (Audience Research)
        Adalah upaya mencari data tentang khalayak yang dapat diinterpretasikan menjadi informasi yang dibutuhkan. Data tersebut dikelompokkan ke dalam profil khalayak (audience profile), terpaan media (media exposure), peringkat khalayak (audience rating) dan efek media. Riset khalayak dalam komunikasi massa berperan memberikan ciri ilmiah dalam ilmu komunikasi, mengembangkan sistem penelitian, memberikan informasi mengenai kepada stasiun penyiaran dan memberikan rekomendasi kepada stasiun penyiaran untuk meningkatkan kualitas siarannya. Selain itu riset khalayak juga berperan penting dalam memperkuat eksistensi ilmu komunikasi dan meningkatkan kualitas siaran suatu stasiun penyiaran.
B.  Riset Pemuka Khalayak
        Pemuka khalayak atau pemuka pendapat adalah seseorang yang memiliki kemampuan mempengaruhi sikap atau perilaku seseorang secara informal sesuaidengan kehendak si pemuka pendapat atau pemimpin melalui hubungan sosial yang dibinanya. Pemuka pendapat dinilai dapat mempengaruhi sikap masyarakat karene beberapa karakteristik berikut: (1) Pendidikan formal yang lebih tinggi dibanding dengan anggota masyarakat lainnya. (2) Memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi pula. (3) Lebih dalam menerima ide baru (4) Pengenalan terhadap media lebih tinggi. (5) Memiliki kemampuan empati yang lebih besar. (6) Partisipasi sosial lebih besar. (7) Lebih kosmopolit.

 Public Relations  

        Public Relation adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik, mengidentifikasikan kebijakan dan prosedur dari individu atau organisasi untuk kepentingan publik, membuat perencanaan dan melaksanakan program tindakan untuk memperoleh pengertian dan dukungan publik. Dikarenakan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, maka kegiatan public relation (PR) menjadi semakin penting sebagai jembatan antara organisasi dengan publiknya.
        Dengan peran sebagai jembatan antara organisasi dengan publiknya, menguasai media massa dan mempunyai hubungan yang baik dengan pers, PR juga memiliki tanggung jawab umum yaitu: (1) Menganalisis (Analyzing) masalah. (2) Menjadi penasihat pimpinan (Conseling). (3) Mengkomunikasikan informasi (Communicating). (4) Mengevaluasi dan mengkaji (Evaluating). Kegiatan yang sering dilakukan oleh seorang PR berkaitan dengan media massa karena PR disini berperansebagai komunikan.
        PR dan media massa tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan saling membutuhkan. Ini dikarenakan PR menjadi sumber berita bagi media sedangkan media menjadi sarana publisitas bagi PR dagar perusahaan dapat lebih dikenal oleh masyarakat. Tanpa adanya PR media massa tidak dapat memperoleh keakuratan berita seperti yang diinginkan.

8.    Etika Komunikasi Massa

        Etika komunikasi massa atau etika pers adalah kesadaran moral bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Etika pers ini sebagai kontrol juga sebagai pertanggungjawaban sosial media kepada masyarakat. Apabila komunikator melanggar kode etik pers atau kode etik siaran, maka yang menjadi korban adalah sekelompok orang atau masyarakat yang merasakan pelanggaran etika tersebut. Tanggung jawab tersebut bukannya malah mengekang media namun menjaga agar kebebasan media dijalankan sesuai dengan fungsinya. Jurnalis harus bebas dari kepentingan dan mengabdi untuk umum. Objektif dalam memberitakan sehingga tidak merugikan pihak-pihak lain.
         Selain jurnalis, media juga harus menaati peraturan yang berkaitan dengan etika komunikasi seperti: melawan campur tangan individu dalam media tersebut, media tidak boleh menjadi kaki tangan orang-orang tertentu yang akan mempengaruhi proses pemberitaannya, media mempunyai kewajiban membuat koreksi lengkap dan tepat jika terjadi ketidaksengajaan kesalahan yang telah dibuat,  wartawan bertanggung jawab atas laporan beritanya ke publik, media tidak perlu melakukan tuduhan pada seseorang atas kesalahan tanpa memberi kesempatan untuk melakukan pembelaan dan tanggapan.
        Tanggung jawab yang dimiliki media tidak berarti bahwa media tidak mempunyai kebebasan. Kebebasan disini mutlak dimiliki oleh media massa yang biasa disebut dengan kebebasan pers. Kebebasan pers mengacu pada kebebasan media dalam memberitakan namun tidak meninggalkan tanggung jawab dan bukan bebas dalam artian sebebas-bebasnya.

19.              Literasi Media

        Literasi media (media literacy) atau kecerdasan merupakan proses analisis dalam membaca pesan-pesan yang disampaikan oleh media. Literasi media tidak terlepas dari beberapa unsur berikut yaitu (1) budaya melek huruf, menimbulkan efektivitas dan efisiensi penggunaan simbol tulisan yang berakibat pada keseragaman pemaknaan bahasa, komunikais dapat terjadi pada jarak yang panjang serta budaya dapat terekam dalam sebuah kertas. (2) Revolusi Guterberg, Johhanness Gutenberg yang menemukan teknologi pencetakan sistem tekan telah membawa kemajuan yang sangat signifikan. (3) Teknologi komunikasi modern. (4) literasi media.